KOMPAS.com - Kemoterapi merupakan terapi standar dalam pengobatan kanker. Terapi ini sudah digunakan luas sejak tahun 1950-an. Meski pengobatan kanker semakin maju namun kemoterapi tetap dipakai oleh dokter.
"Ini masih bagian yang penting dalam pengobatan kanker. Biasanya digunakan setelah operasi atau pada kanker yang sudah lanjut. Dulu memang banyak pasien yang takut dengan efek sampingnya, tetapi dengan pengobatan modern yang tersedia efek samping itu bisa ditekan," papar dr.Akhil Chopra, spesialis kanker dalam temu media di Jakarta (29/8/2025).
Kemoterapi atau terapi tambahan setelah operasi kanker paru dilakukan untuk memastikan sel-sel kanker sudah bersih dari tubuh.
Obat-obatan kemoterapi yang tersedia pun saat ini sangat beragam sehingga bisa disesuaikan dengan tipe kankernya. Tidak semua kemoterapi akan menyebabkan efek samping mual atau rambut rontok. Jika ada efek samping pun sifatnya sementara.
Baca juga: Hari Kanker Paru Sedunia 2025: Dorongan Global untuk Deteksi Dini dan Kesetaraan Akses Perawatan
"Saat ini tersedia 30-40 obat kemoterapi yang berbeda yang bisa dipakai untuk tipe-tipe kanker. Karena kanker itu bukan satu penyakit, tapi berbagai jenis yang berbeda sehingga jika bisa mengenali tipe kankernya dokter pun bisa memberikan treatment yang terbaik untuk pasien," kata dokter dari OncoCare Cancer Centre Singapura ini.
Pada pasien kanker stadium 2 dan 3 dapat diobati dengan operasi yang dikombinasikan dengan kemoterapi, radiasi, imunoterapi, hingga terapi target.
Tingkat harapan hidup pasien dengan pendekatan kombinasi ini terbukti dapat meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Pengobatan kanker dengan radiasi juga mengalami banyak kemajuan dalam beberapa tahun terakhir.
Dijelaskan oleh dr.Chopra, radiasi adalah terapi untuk membunuh sel kanker, bisa dipakai sebagai kombinasi dengan kemoterapi atau terapi yang dipakai sendiri.
Baca juga: Jenis Kanker yang Bisa Dideteksi PET/CT Scan, Paru-Paru hingga Ovarium
Selain memakai mesin radiasi, kini juga tersedia radiasi menggunakan infus proton dengan efek samping yang lebih rendah.
"Kami beruntung karena di OncoCare jenis radiasi yang dipakai sudah sangat berkembang di banding 10-20 tahun lalu. Kami juga memiliki tiga pusat radiasi proton yang bisa memberikan radiasi secara akurat ke sel kanker dengan efek samping minimal," ujarnya.
Banyaknya pilihan pengobatan baru merupakan hal yang baik dan memberi harapan bagi para pasien.
"Namun idealnya, kami ingin mendeteksi kanker lebih dini, sehingga kami benar-benar dapat menyembuhkan pasien," kata dr.Chopra.
Di Indonesia, kanker paru merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab utama kematian akibat kanker pada pria (Globocan 2022). Sekitar 70 persen kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis pada stadium lanjut. Kebiasaan merokok masih menjadi faktor terbesar, dengan 65,5 persen pria dewasa Indonesia menggunakan tembakau (Global Adult Tobacco Survey 2021).
Baca juga: Selain Rokok, Ini Faktor Pemicu Kanker Paru-paru
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini