JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan Budi Santoso menanggapi desakan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) terkait Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025.
Aturan impor yang baru berlaku sejak Jumat (29/8/2025) itu dianggap mengancam swasembada gula nasional.
"Kita ingin tahu perkembangannya seperti apa, kan itu baru tahu setelah berlaku. Kan sekarang baru berlaku," kata Budi di IFRA Business Expo 2025, JCC Senayan, Jakarta, Jumat.
"Ya kan sambil kita evaluasi. Mulai hari ini coba kita lihat perkembangannya seperti apa. Kalau itu memang mengganggu industri, mengganggu produksi, Permendag bisa saja direvisi, enggak masalah, tapi harus dievaluasi (dulu)," ujarnya.
Baca juga: 12.000 Ton Gula Menumpuk di Gudang, Petani Tebu Kehabisan Modal, Merasa Kena Prank Pemerintah
Budi juga menyinggung kekhawatiran soal potensi penumpukan tetes tebu. Ia menyebut tren impor tetes tebu lima tahun terakhir terus menurun, sehingga volumenya tidak besar.
APTRI sebelumnya meminta pemerintah menunda penerapan Permendag 16/2025. Sekjen Dewan Pimpinan Nasional (DPN) APTRI, M Nur Khabsyin, menegaskan petani siap turun ke jalan jika aturan baru ini tetap diterapkan.
“Karena kalau tidak direvisi atau tidak kembali ke Permendag yang sebelumnya, petani tetap akan melakukan unjuk rasa di Kemendag karena ini akan mengakibatkan pabrik gula berhenti giling,” ujar Nur, Rabu (27/8/2025).
Nur menjelaskan aturan baru membuka impor etanol tanpa kuota. Kondisi itu, menurut dia, bisa menghentikan produksi gula nasional.
“Ini akan mengancam target swasembada gula nasional dan juga akan mengancam target swasembada pangan. Ini yang kita tidak mau, jadi pemerintah ini harus berpikir ini adalah emergency,” katanya.
Baca juga: 5.466 Ton Gula Menumpuk di Pabrik Kedawung Pasuruan, Petani Tebu Terancam Tak Bisa Menanam Lagi
Ia menambahkan, penumpukan tetes tebu di gudang bisa berubah menjadi limbah berbahaya. Hal ini berisiko mengganggu operasional pabrik gula.
“Pabrik gula akan berhenti total di seluruh Indonesia, dan itu nanti tidak bisa memproduksi gula kan. Jadi ini akan mengancam swasembada pangan dan swasembada gula,” tutur Nur.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini