Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Husen Mony
Dosen

Mengajar Komunikasi Politik & Jurnalistik/Penulis

Pilpres, Harta Bakal Capres, dan Isu Oligarki

Kompas.com - 03/07/2023, 11:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA setiap suksesi kepemimpinan nasional, isu oligarki kerap mengemuka. Oligarki kerap dilekatkan kepada seseorang kandidat yang diasosiasikan dekat dengan pengusaha, mafia ekonomi, pemilik modal, atau pihak asing/investor asing.

Oligarki dijadikan kampanye negatif pihak tertentu untuk mendegradasi moralitas dan integritas lawan mereka dengan tujuan jangka pendeknya adalah citra negatif serta kalah dalam pesta demokrasi, menjadi tujuan akhirnya.

Pihak yang kerap memproduksi isu oligarki ini, pada saat bersamaan, berupaya mem-branding diri sebagai sosok yang dekat dengan rakyat (secara karakter, persona, dan atribut yang dipakai atau digunakannya).

Menjadi pertanyaan bagi kita, masih relevankah isu oligarki tersebut digunakan, pada konteks hari ini?

Bahwa memang, persepsi masyarakat terhadap bakal calon presiden yang merupakan “kandidatnya oligarki” atau “bukan kandidatnya oligarki” punya pengaruh terhadap keputusan mereka untuk memilih atau tidak memilih kandidat yang dipersepsikan.

Banyak hasil riset yang telah mengonfirmasi bahwa persepsi masyarakat memiliki pengaruh terhadap keputusan memilih mereka.

Namun, apakah ada bakal calon presiden – setidaknya mereka yang masuk bursa pencalonan - yang terbebas dari belenggu oligarki?

Jika pun oligarki disimplifikasi seperti pemahamannya Aristoteles, yaitu “kekuasaan oleh segelintir orang kaya”, maka tak perlu analisis ilmiah untuk membuktikan bahwa ketiga bacapres yang ada adalah “calonnya oligarki”. Sebab, banyak orang kaya yang terlihat memberikan dukungan kepada ketiganya.

Lihatlah partai pendukung masing-masing kandidat, lalu lihat lebih dalam terkait siapa-siapa saja orang kaya di dalam partai-partai koalisi.

Pada partai koalisi pengusung Anies Baswedan (Partai Demokrat, Nasdem, PKS) ada sejumlah nama seperti Surya Paloh (Pemilik Media Group), Rachmat Gobel (Pemilik National Gobel Group), Jusuf Kalla (pemilik sejumlah perusahaan di bawah Kalla Group), Aburizal Bakrie (Pemilik Bakrie Group), dan tentunya masih banyak lain.

Ganjar Pranowo didukung oleh sejumlah pengusaha kaya, sebutlah pemilik MNC Group Hary Tanoesoedibjo (Partai Perindo berkoalisi mendukung Ganjar), Suharso Monoarfa, pengusaha dari sejumlah perusahaan sukses dan Sandiaga uno (PPP).

Sementara di PDIP ada nama pengusaha besar seperti Murdaya Poo (pemilik Central Cipta Murdaya Group).

Adapun orang kaya yang berada di balik bacapres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, ada adiknya sendiri, Hashim Djodjohadikusuma dan Kelurga Cendana.

Dari uraian tersebut, dapat dilihat bahwa tidak ada satupun dari ketiga bacapres yang ada, luput dari dukungan oligarki (baca: orang kaya).

Dalam konteks demikian, menggunakan narasi oligarki untuk menyerang lawan politik, padahal diri sendiri juga bagian dari oligarki, tak ubahnya seperti perumpamaan “Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, tapi semut di sebarang lautan malah terlihat”.

Ulasan tentang oligarki secara mendalam, dapat kita telusuri dari pandangan Jeffery A. Winters (2011). Menurut ilmuan politik dari Northwestem University, Amerika Serikat, pemahaman tentang oligarki dimulai dengan penjelasan tentang konsep “pertahanan kekayaan” (wealth defense).

Sebagai orang kaya, oligark tidak hanya berupaya melindungi kekayaannya (proprety defense), lebih dari itu mereka berupaya melindungi sekaligus menambah kekayaan (income defense).

Untuk tujuan itu, oligark akan menggunakan materialnya (kekayaannya) untuk tujuan mempertahankan dan sekaligus menambah kekayaan.

Untuk kepentingan “pertahanan kekayaan” tersebut, oligarki kemudian muncul dalam berbagai bentuk, entah mengorganisasi diri dalam kelompk-kelompok (oligarki penguasa kolektif – ruling oligarchy) atau bergerak secara individual dari luar kekuasaan (oligarki sipil – civil oligarchy).

Ada juga oligarki panglima atau warring oligarchy (seorang oligark yg berkuasa dengan menjatuhkan oligark yang lain) dan oligarki sultanic (sultanistic oligarchy – satu orang oligark memonopoli kekuasaan dengan cara pemaksanaan).

Menurut Jeffrey, pascajatuhnya rezim Soeharto (yang dipandang sebagai sosok oligark yang berkuasa dalam oligarki sultanic – dianggap sebagai “The Capo di Tutti Capo” atau bos dari segala bos), Indonesia masuk ke dalam sistem demokrasi elektoral, yang mana dari segi kualitasnya, diistilahkan O’Denell (2004) sebagai “demokrasi kriminal”; merujuk pada situasi keikutsertaan oligarki dalam pemilu guna berbagi kekuasaan politik.

Artinya, oligarki telah sejak lama masuk dalam gelanggang politik bahkan dengan menguasai partai politik.

Pada titik inilah, gambaran tentang orang-orang kaya yang mengendors ketiga bacapres, baik melalui partai politik (orang kaya menjadi anggota atau pemimpin partai) atau berada di belakang layar, adalah kenyataan bahwa oligarki telah menjadi bagian dari ketiganya.

Halaman:


Terkini Lainnya
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Nasional
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Nasional
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Nasional
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Nasional
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Nasional
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Nasional
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Nasional
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Nasional
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Nasional
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Nasional
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Nasional
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Nasional
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Nasional
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Nasional
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau