LUKA akal kecerdasan dan kesadaran konstitusionalitas kita belum pulih benar lantaran Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2023.
Ketika itu, MK melalui pat gulipat ketuanya, Anwar Usman, dengan gemilang mengubah persyaratan undang-undang mengenai batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden.
Semula, syarat minimal adalah 40 tahun. MK mengubahnya dengan norma baru, boleh di bawah 40 tahun asal pernah atau sedang menduduki jabatan yang diproses melalui pemilu, termasuk jabatan kepala daerah.
Maka, melengganglah Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden.
Kini, luka akal kecerdasan dan kesadaran konstitusional kita, kembali menganga lebar. Tak tersembuhkan.
Mahkamah Agung (MA) hari Rabu, 29 Mei 2024, memaklumatkan putusannya yang sungguh-sungguh di luar kemampuan nalar untuk memahaminya.
Ketentuan baku menurut peraturan yang ada, batas minimum usia calon gubernur/wakil gubernur adalah 30 tahun terhitung sejak tanggal dan hari penetapan calon.
MA memutuskan dari titik hitung sejak ditetapkan jadi calon, menjadi sejak dilantik.
Lalu, kecambah asumsi dan sak wasangka pun kian menebar ke mana-mana. Putusan MA tersebut dianggap sebagai titian efektif yang didesain dari awal, agar memuluskan jalan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi, maju menjadi calon gubernur atau wakil gubernur.
Kaesang akan berumur 30 tahun pada Januri 2025, tatkala terjadi pelantikan gubernur/wakil gubernur terpilih. Pada saat penetapan calon, Kaesang belum berusia 30 tahun.
Apakah sak wasangka dan asumsi tersebut salah? Sama sekali tidak. Orang mengacu pada putusan MK yang meloloskan Gibran menjadi calon wakil presiden dengan pelbagai kiat dan dalih.
Lalu, publik pun dengan jenaka dan sinis berkata: putusan MA hari Rabu tanggal 29 Mei 2024 itu, adalah putusan copy paste dari putusan MK 2023.
Copy paste dari perspektif cara, proses dan motif: menggolkan kepentingan orang per orang. Bukan kepentingan bangsa. Copy paste dari alur pikir yang defisit dengan akal sehat dan bangkrut akal kecerdasan.
Penafsiran tersebut sangat sah karena dari awal, nampak sekali ikhtiar mendesakkan Kaesang untuk menjadi figur politik.
Hanya tiga hari setelah menjadi anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI), ia pun didapuk menjadi ketua umum partai tersebut.