Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Husen Mony
Dosen

Mengajar Komunikasi Politik & Jurnalistik/Penulis

Pilkada 2024: Aktualisasi "Red Flag" dan "Green Flag" Kandidat

Kompas.com - 12/07/2024, 15:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH Pilpres 2024 selesai, panggung kandidasi kini bergeser ke ranah lokal. Bersamaan dengan dinamika yang muncul di tataran elite (baik lokal maupun nasional), terkait dengan bursa pencalonan kepala daerah, mata publik mulai memperhatikan satu per satu bakal calon yang muncul.

Entah itu mereka yang disebut oleh elite politik, mereka yang tertangkap radar survei, atau mereka yang direkomendasikan oleh partai atau gabungan partai politik pengusung. Bisa juga, ketiganya berkelindan dalam kemunculan salah satu calon.

Apapun, mekanisme penentuan calon kepala daerah selalu bersifat top down. Elite politik dan partai politik yang menentukan. Rakyat hanya bisa memilih kandidat yang ada.

Selain desain regulasi menghendaki demikian (UU No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada), juga memang karena budaya politik elite yang mengondisikan demikian.

Pada akhirnya, rakyat hanya bisa melakukan sebagaimana yang dikatakan oleh Romo Frans Magnis Suseno, bahwa dalam Pemilu (termasuk Pilkada) bukanlah untuk memilih yang terbaik, tapi untuk mencegah yang terburuk dari kekuasaan.

Secara bijak, pandangan tersebut hendak menegaskan bahwa “pilihlah pasangan yang lebih baik di antara semua yang buruk”.

Menjadi pertanyaannya kemudian, bagaimana rakyat menentukan dan mengidentifikasi mana yang baik di antara semua calon yang buruk itu?

Persoalan ini tidak sederhana. Sebab, para politisi sendiri menyadari hal itu. Tak ayal banyak strategi yang dimunculkan para elite politik ketika akan atau nanti berlaga di panggung kandidasi politik, seperti mem-branding diri, pencitraan, agitasi, politik uang, dan sebagainya.

Bahkan untuk kepentingan itu, mereka menggaet konsultan politik, dari dalam dan luar negeri.

Muncul beragam upaya untuk merekayasa persepsi publik tentang seorang kandidat. Pelaku kekerasan bisa diubah menjadi orang humanis; koruptor menjadi dermawan; pembohong menjadi orang yang peduli nasib rakyat; pembunuh menjadi penegak keadilan; otoritarian menjadi demokratis; pelaku politik identitas menjadi orang yang inklusif.

Elite politik menyadari benar bahwa rakyat Indonesia sangat permisif. Ingatan mereka tentang “kejahatan” yang sudah dilakukan seseorang bersifat jangka pendek. Mudah lupa, mudah memaafkan, atau bahkan dipaksa untuk memaafkan.

Tentu saja, tidak hanya konsultan politik yang dibayar untuk merekonstruksi citra mereka, merekayasa persepsi publik tentang mereka.

Entitas suprastruktur lain, seperti media, kampus, juga kerap digunakan untuk kepentingan itu. Dengan mudah kita bisa melihat di media massa, seorang mantan napi koruptor diberi panggung dalam program-program bincang di televisi atau dikutip pandangannya di media-media cetak maupun online.

Ironisnya, mereka bicara tentang demokratisasi dan moralitas. Paradox! Kampus pun perlahan mengikuti irama dari genderang yang ditabuhkan oleh elite politik.

Muncul kemudian kumpulan-kumpulan akademisi, para profesor menolak atau mendukung seorang kandidat tertentu.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Nasional
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Nasional
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Nasional
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Nasional
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Nasional
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Nasional
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Nasional
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Nasional
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Nasional
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Nasional
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Nasional
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Nasional
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Nasional
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Nasional
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau