Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ahmad Yani, SH
Dosen

Dosen dan Mantan Anggota Komisi III DPR RI

Politik Sprindik: Hukum Jadi Alat Rezim

Kompas.com - 04/09/2024, 07:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FENOMENA yang terjadi belakangan ini nampaknya memperlihatkan bagaimana hukum menjadi alat untuk memukul lawan-lawan politik. Ini telah terjadi selama hampir sepuluh tahun belakangan ini.

Kita mungkin masih ingat, bagaimana praktik memecah belah partai-partai politik. Dengan menggunakan instrumen kekuasaan, di Kementerian Hukum dan HAM, partai politik dengan mudahnya dipecah.

Perkelahian internal yang terjadi di beberapa partai, seperti Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Golkar misalnya, dijadikan instrumen bagi penguasa untuk ikut campur dalam urusan politik melalui “politik surat keputusan” dari menteri yang membidangi urusan itu.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Haram Membentuk Norma

Kedua partai itu dengan mudah dibuat berantakan dan membuatnya tidak berdaya. Perebutan legitimasi itu memaksa para elite partai untuk “jinak” pada kekuasaan.

Politik dengan menggunakan instrumen hukum untuk menundukkan lawan sudah dimulai sejak awal. Penggunaan otoritas politik untuk menduduki lembaga-lembaga independen misalnya, terjadi sedemikian sempurna.

Pelemahan institusional terhadap lembaga-lembaga negara terjadi. Pelemahan terhadap KPK dengan “mengusir” orang-orang berintegritas melalui tes Kemampuan Wawasan Kebangsaan yang sebenarnya hanya alat untuk menendang mereka.

Pelemahan institusional seperti pelemahan Mahkamah Konstitusi dengan mengubah dan mengotak-atik masa jabatan hakim dan independensi hakim MK.

Dengan lemahnya MK, maka produk legislasi DPR dan Presiden tidak ada lagi yang menghalanginya untuk merumuskan apa saja yang menjadi kehendak mereka.

Perubahan regulasi lembaga independen seperti Badan Pemeriksa Keuangan yang memungkinkan orang politik masuk di dalamnya, begitu juga dengan Otoritas Jasa Keuangan yang hendak dimasukkan oleh para politisi. Lembaga-lembaga independen dilemahkan.

Ketika semua lembaga lemah, maka otoritas eksekutif akan semakin kuat, dan dengan mudah mengendalikan semua lembaga negara dengan mengisinya dengan orang-orang bermasalah. Inilah yang akhirnya menghilangkan check and balances dalam pemerintahan.

Hukum layani kepentingan rezim

Bagaimana kekuasaan mengendalikan musuh-musuhnya dan menundukkan lawan-lawannya? Cukup sandera mereka dengan hukum, lalu mereka akan tunduk sepenuhnya. Itulah pedoman dari para penguasa tiran.

Para tiran-tiran di dunia, menggunakan hukum sebagai senjata. Hitler di Jerman, Idil Amin di Uganda, Mussolini di Italia adalah sebagian contoh kecil bagaimana hukum dijadikan senjata untuk membunuh lawan-lawan politiknya.

Mereka tiran dalam arti yang sesungguhnya. Menggunakan politik teror dengan cara bengis dan kejam. Pemerintahannya dibangun di atas tulang belulang kemanusiaan.

Rezim tiran semacam itu mungkin kurang populer lagi di zaman moderen ini, sebab politik moderen begitu canggih, tetapi kecanggihannya tidak mampu menghalau para otokrat naik tahta.

Rezim yang tiran dan kejam masih hidup dalam bentuk yang soft, yaitu otokrasi. Pemerintahannya mirip seperti tirani.

Halaman:


Terkini Lainnya
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Nasional
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Nasional
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Nasional
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Nasional
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Nasional
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Nasional
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Nasional
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Nasional
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Nasional
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Nasional
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Nasional
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Nasional
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Nasional
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Nasional
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau