PATOK adalah pembatas: ini bagian milikku, bukan milikmu. Patok adalah identifikasi diri: saya berada di sini, jangan diganggu.
Patok adalah deklarasi dan klaim: wilayah ini adalah yurisdiksi yang memberi saya otoritas dan kedaulatan penuh.
Patok adalah alat untuk mengancam: wilayah ini adalah daulat saya, maka kalian yang lain-lain, akan berurusan dengan saya dan hukum bila ingin mencoba-coba mengganggu wilayah daulat saya ini. Singkatnya, patok adalah garis demarkasi yang membedakan.
Cara berpikir di atas, nampaknya tidak berlaku di negeri kita ini. Masalahnya, ada laut yang dipatok sepanjang 30 kilometer, membentang jauh di Banten sana, tetapi tidak ada yang mengklaim siapa dan mengapa memasang patok-patok itu?
Baca juga: Menteri ATR Batalkan Sejumlah Sertifikat Pagar Laut Tangerang Karena Cacat Prosedur
Pihak organ negara pun seolah mengikuti irama gendang, sepakat tutup mulut. Diam. Membisu. Tak ada yang mau bersuara, apalagi bertanggungjawab.
Astaga, di negeri ini, peristiwa maha dahsyat, laut panjang dan luas dipatok tapi tidak ada yang mengetahuinya.
Mana mungkin laut itu dipatok oleh rakyat miskin, nelayan papa yang membuat patok-patok itu. Makan dan minum saja susah. Dari mana uang mereka membeli bambu?
Astaga, di negeri ini, negara takluk dan kalah dalam melindungi wilayahnya yang bernama laut. Padahal, laut itu, menurut konsep Konvensi Internasional Mengenai Laut 1981, adalah common heritage of human kind (warisan bersama umat manusia).
Untung, Presiden Prabowo Subianto bereaksi, memerintahkan Angkatan Laut mencabut patok-patok tersebut. Untung ada Menteri Nusron Wahid yang mempertaruhkan diri memberi penjelasan detail dan tegas kepada publik.
Selama ini, para pejabat seolah tidak tahu menahu. Bagaimana mungkin patok-patok yang begitu masif dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang tanpa sepengetahuan administrasi dan organ negara?
Akal waras ini disimpan di mana? Hati Nurani ini disampirkan di mana?
Baca juga: Mahfud MD soal Sertifikat Pagar Laut: Pasti Orang Dalam yang Main-main
Menteri Nusron membuka tabir. Menguak misteri. Patok-patok tersebut dilakukan oleh pihak swasta. Laut yang dipatok itu sudah dikapling dalam bentuk bidang-bidang dan bidang-bidang itu sudah ada yang diberi status hak guna bangunan dan hak milik. Astaga.
Mancabut patok-patok, tidak berarti mencabut kasus. Mencabut patok-patok adalah pintu awal menegakkan kedaulatan negara: penegakan hukum.
Jangan lagi dianggap kasus ini selesai. Ini bukan setitik embun di ujung rumput yang langsung kering begitu mentari pagi hari bersinar. Ini masalah harkat negara. Harkat untuk tidak dipecundangi oleh oligarki.
Letak masalah hukumnya sangat jelas. Bagaimana mungkin laut (bukan tanah) yang diberi status hak guna bangunan dan hak milik? Hello hello, mengapa akal waras kita biarkan dihina begitu dalam dan sistematis?