JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi memutuskan mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Mahakam Ulu nomor urut 3 Owena Mayang Shari Belawan dan Stanislaus Liah karena terbukti melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada Pilkada 2024.
Mahkamah juga memerintahkan KPU Kabupaten Mahakam Ulu untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) dalam tenggang waktu tiga bulan sejak putusan diucapkan.
PSU dilakukan dengan tetap menggunakan daftar pemilih sebelumnya.
Baca juga: Pendopo Bupati Tasikmalaya Dijaga Ketat Polisi-TNI Usai Putusan MK Diskualifikasi Ade Sugianto
“Mengabulkan permohonan untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan perkara Nomor 224/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dimohonkan oleh pasangan calon nomor urut 2 Novita Bulan dan Artya Fathra Marthin di Gedung I MK, Jakarta, Senin (24/2/2025).
Mahkamah menyatakan Owena-Stanislaus terbukti membuat kontrak politik dengan ketua rukun tetangga (RT).
Kontrak politik itu ditandatangani oleh 28 ketua RT dari 18 desa di 5 kecamatan pada Kabupaten Mahakam Ulu.
Setelah memeriksa klausul-klausul dalam kontrak politik dimaksud, Mahkamah mendapati bahwa ketua RT yang mewakili masyarakat sebagai pihak pertama dan Owena-Stanislaus sebagai pihak kedua.
Baca juga: Tanggapan PDI-P Tasikmalaya soal Putusan MK Pilkada Diulang: Kami Tahan Diri Tak Lakukan Gerakan
Jika terpilih, Owena-Stanislaus berjanji akan mengalokasikan anggaran dalam bentuk program alokasi dana kampung sebesar Rp4 miliar–Rp8 miliar per kampung per tahun; program ketahanan keluarga sebesar Rp5 juta–Rp10 juta per dasawisma per tahun; dan program dana RT sebesar Rp200 juta–Rp300 juta per RT per tahun.
Dalam kontrak itu, ketua RT dan Owena-Stanislaus sepakat membuat perjanjian sosialisasi program dalam rangka Pilkada Kabupaten Mahakam Ulu 2024.
Ketua RT selaku pihak pertama dapat menyosialisasikan kontrak politik kepada warga RT dan kampung setempat.
Menurut Mahkamah, kontrak politik tersebut bukanlah janji politik biasa, melainkan bentuk perekrutan tim pemenangan.
Baca juga: MK Diskualifikasi Cabup Ade Sugianto, Pilkada Tasikmalaya Diulang
Sebab, melalui klausul-klausul kontrak, ketua RT seperti diminta untuk mempengaruhi pemilih agar memilih Owena-Stanislaus.
Dalam batas penalaran yang wajar, kata MK, kontrak politik itu merupakan perjanjian antarpihak yang berisi janji untuk memberikan sejumlah uang sehingga harus dimaknai sebagai praktik vote buying (pembelian suara) kepada pemilih.
“Dengan demikian, Mahkamah meyakini kontrak politik tersebut merupakan pelanggaran yang bersifat terstruktur untuk mempengaruhi pemilih,” ucap Wakil Ketua MK Saldi Isra membacakan pertimbangan Mahkamah.
Kontrak politik tersebut dinilai sebagai pelanggaran yang bersifat sistematis karena direncanakan secara matang.