SEBEJAT itukah AKBP Fajar Widyadharma Lukman, Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur?
Pertanyaan ini menggema di benak masyarakat setelah terungkapnya kasus kekerasan seksual yang diduga melibatkan seorang pimpinan Polri di wilayah tersebut.
Ketika institusi yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak-anak justru dipimpin oleh seorang pelaku kekerasan seksual, makna keadilan dan perlindungan tampak semakin jauh dari kenyataan.
Rasa marah menggelegak, tetapi masyarakat merasa tak berdaya menghadapi kenyataan pahit ini.
Polri mempunyai moto Rastra Sewakotama yang artinya Abdi Utama bagi Nusa Bangsa. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Baca juga: Kronologi Kasus Kapolres Ngada Cabuli Anak di Bawah Umur, Jadi Perhatian Otoritas Australia
Namun, ketika insiden kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur terjadi di tangan anggota kepolisian itu sendiri, makna dari moto ini menjadi sangat kontradiktif.
Alih-alih menjadi pelindung, oknum polisi tersebut justru berperan sebagai predator anak, merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang seharusnya menjaga keamanan.
Kasus ini ibarat benteng yang seharusnya menjaga keamanan dan kesejahteraan penduduk. Namun, benteng tersebut memiliki celah yang memungkinkan musuh masuk.
Sebagian dari benteng justru berkolaborasi dengan para penyerang, mengkhianati kepercayaan penduduk.
Seharusnya, institusi kepolisian berfungsi sebagai pelindung, terutama bagi anak-anak. Namun, ketika oknum di dalamnya malah berperilaku menyimpang, benteng ini menjadi rapuh dan tidak dapat diandalkan.
Kejadian ini mencerminkan masalah sistemik yang lebih dalam, bukan hanya sekadar insiden isolasi. Ketika institusi yang seharusnya melindungi masyarakat justru terlibat dalam tindakan keji, ini menunjukkan adanya kelemahan struktural yang perlu segera diidentifikasi dan diperbaiki.
Baca juga: Bayar, Bayar, Bayar: Kenapa Kenyataan Harus Dibungkam?
Celah-celah dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum menciptakan ruang bagi perilaku menyimpang untuk berkembang.
Tanpa tindakan tegas dari pemimpin dalam hal ini Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, kepercayaan yang telah dibangun selama bertahun-tahun akan hancur. Masyarakat akan semakin skeptis terhadap kemampuan institusi kepolisian untuk menjalankan fungsinya dengan baik.
Jika celah ini tidak segera ditangani, ancaman dari dalam akan terus menggerogoti fondasi kepercayaan masyarakat.
Setiap kasus kekerasan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum bukan hanya merusak reputasi individu, tetapi juga menciptakan stigma yang lebih besar terhadap seluruh institusi.