"FAKIR miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara," demikianlah bunyi amanat Pasal 34 UUD 1945. Namun, kenyataan di lapangan sering kali berbicara berbeda.
Di tengah realitas sosial yang semakin memprihatinkan, jutaan fakir miskin dan anak-anak terlantar berjuang mendapatkan kehidupan layak. Pertanyaan mendasar pun muncul: seberapa jauh komitmen negara memenuhi amanat konstitusi ini?
Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap upaya penyitaan aset koruptor sebagai bagian dari pemberantasan korupsi.
Namun, ia juga menekankan pentingnya memperhatikan aspek keadilan bagi keluarga pelaku korupsi, khususnya anak dan istri yang tidak terlibat dalam kejahatan tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Prabowo dalam wawancara bersama enam pemimpin redaksi di kediamannya di Hambalang, Jawa Barat, pada Minggu, 6 April 2025.
Baca juga: Prabowo soal Aset Koruptor Disita: Apakah Adil Anaknya Menderita?
Dalam konteks perdebatan tentang keadilan bagi keluarga koruptor dan anak bangsa, kita dihadapkan pada pertanyaan yang tidak kalah penting: siapa yang seharusnya kita lindungi?
Ketika pernyataan Presiden Prabowo mengenai aspek keadilan bagi anak-anak koruptor menggema, publik pun bertanya-tanya.
Apakah hal ini sejalan dengan nasib ratusan juta rakyat Indonesia yang terjebak dalam sistem yang korup? Di saat yang sama, ribuan anak terlantar menunggu perhatian dan kasih sayang dari negara
Menghadapi dilema ini, kita dihadapkan pada tantangan untuk mendefinisikan keadilan yang sesungguhnya.
Apakah keadilan berarti melindungi mereka yang terlahir dari orangtua yang berbuat salah, melakukan tindak kejahatan luar biasa korupsi, sementara anak-anak lain yang tidak bersalah dibiarkan dalam ketidakpastian dan jurang kemiskinan?
Pernyataan Presiden Prabowo mengenai persetujuannya terhadap penyitaan aset koruptor, serta penekanan pada keadilan bagi istri dan anak koruptor, menimbulkan beragam pertanyaan di masyarakat.
Hal ini memicu perdebatan publik yang menarik: mengapa kita harus peduli pada keluarga koruptor? Sementara itu, bagaimana nasib anak-anak terlantar yang seharusnya mendapatkan perhatian dan perlindungan dari negara?
Pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan dilema moral yang mendalam dalam konteks keadilan sosial dan tanggung jawab negara.
Baca juga: Pesta Pora Koruptor di Negara Hukum Pancasila
Dalam konteks pemberantasan korupsi, penting untuk mempertimbangkan dampak dari tindakan hukum terhadap keluarga koruptor. Namun, kita juga tidak boleh melupakan nasib anak-anak yang menjadi korban dari sistem yang korup.
Prabowo juga menekankan bahwa "dosa orangtua sebetulnya kan tidak boleh diturunkan ke anaknya". Ini adalah pandangan yang patut dihargai, karena anak-anak tidak seharusnya menanggung beban kesalahan dari orangtua mereka.