Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Sadikin
Akuntan

Dikdik Sadikin adalah seorang auditor berpengalaman yang saat ini bertugas di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), berperan sebagai quality assurer dalam pengawasan kualitas dan aksesibilitas pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Memiliki minat mendalam terhadap kebijakan publik, Dikdik fokus pada isu-isu transparansi, integritas, serta reformasi pendidikan dan tata kelola pemerintahan. Dikdik telah menulis sejak masa SMP (1977), dengan karya pertama yang dimuat di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan opini karyanya telah dipublikasikan di media massa, termasuk di tabloid Kontan dan Kompas. Dua artikel yang mencolok antara lain "Soekarno, Mahathir dan Megawati" (3 November 2003) serta "Jumlah Kursi Menteri dan Politik Imbalan" (9 Oktober 2024). Ia juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi dan pemimpin umum majalah Warta Pengawasan selama periode 1999 hingga 2002, serta merupakan anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik dari Universitas Gadjah Mada (lulus 2006).

Vonis di Etalase

Kompas.com - 14/04/2025, 13:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"JUSTICE is truth in action," kata Joseph Joubert, filsuf Perancis dari abad ke-18 (Joubert, 1795). Namun di negeri ini, kebenaran seakan tak selalu berada di ruang sidang, melainkan di lemari besi. Ia bisa disimpan, dinegosiasikan, atau dibeli.

Rp 22,5 miliar. Itulah harga yang diduga dibayarkan agar tiga korporasi raksasa eksportir crude palm oil (CPO) dinyatakan onslag, lepas dari jerat hukum.

Suap ini, menurut Kejaksaan Agung, mengalir melalui Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta kepada tiga hakim: Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto (Kompas.com, 14 April 2025).

Mereka tak sendirian. Sebelumnya, di Surabaya, tiga hakim lain, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo, tertangkap basah karena uang suap sebesar Rp 20 miliar dalam kasus Ronald Tannur.

Bahkan Mahkamah Agung pun tidak sakral: Sekretaris MA Hasbi Hasan, disebut-sebut menerima bagian dari Rp 11,2 miliar untuk mengatur vonis kasus KSP Intidana.

Nurhadi, mantan Sekretaris MA lainnya, malah sudah lebih dulu dipenjara karena suap dan gratifikasi senilai lebih dari Rp 49,5 miliar (Kompas.com, 14 April 2025).

Apa yang tersisa dari pengadilan, jika keadilan bisa dikalkulasi dalam kurs rupiah?

Baca juga: Dari Majelis Hakim ke Majelis Tersangka

Di negeri ini, ruang sidang bukan selalu arena pertarungan dalil, tapi juga ladang transaksi. Vonis menjadi komoditas. Ia punya nilai tukar. Dan tak jarang, justru nilai inilah yang menentukan siapa yang bebas dan siapa yang dibelenggu.

Menurut Global Corruption Barometer Transparency International (2023), sekitar 36 persen warga Indonesia percaya bahwa sebagian besar atau seluruh hakim dan aparat pengadilan terlibat korupsi.

Di Amerika Serikat, angkanya hanya 15 persen. Di Jerman bahkan di bawah 10 persen.

Di Indonesia, angka ini tak hanya menjadi statistik. Ia juga menjadi cermin retak tempat kita bercermin sebagai bangsa yang gagal membangun benteng terakhir keadilan.

Ketika vonis bisa dinegosiasikan, maka penjara bukan lagi tempat bagi mereka yang bersalah, melainkan tempat mereka yang tak sanggup membayar.

Sistem peradilan seharusnya menjadi satu dari tiga pilar kekuasaan negara (trias politica, Montesquieu, 1748): Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

Tiga hakim PN Surabaya yang ditangkap Kejaksaan Agung RI, Erintuah Damanik (tengah), Mangapul (kiri), dan Heru Hanindyo tiba untuk ditahan di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jawa Timur, Kamis (24/10/2024) dini hari. Tim gabungan Kejaksaan Agung RI menangkap tiga hakim PN Surabaya yang diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara tindak pidana umum di PN Surabaya atas nama terdakwa Gregorius Ronald Tannur. ANTARA FOTO/HO-Penkum Kejati Jatim/sgd/tom.ANTARA FOTO/HO-Penkum Kejati Jatim Tiga hakim PN Surabaya yang ditangkap Kejaksaan Agung RI, Erintuah Damanik (tengah), Mangapul (kiri), dan Heru Hanindyo tiba untuk ditahan di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jawa Timur, Kamis (24/10/2024) dini hari. Tim gabungan Kejaksaan Agung RI menangkap tiga hakim PN Surabaya yang diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara tindak pidana umum di PN Surabaya atas nama terdakwa Gregorius Ronald Tannur. ANTARA FOTO/HO-Penkum Kejati Jatim/sgd/tom.
Dalam Trias Politica, ketiga pilar ini harus bersifat independen, tapi saling mengawasi dan menyeimbangkan (checks and balances). Jika salah satu pilar, seperti Yudikatif, rapuh karena korupsi, maka keseluruhan bangunan demokrasi bisa runtuh.

Di negeri yang rawan suap, pilar itu lebih mirip menara Pisa: miring, dan terus condong ke arah yang mampu menanam uang lebih dalam.

Halaman:


Terkini Lainnya
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Nasional
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Nasional
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Nasional
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Nasional
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Nasional
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Nasional
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Nasional
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Nasional
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Nasional
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Nasional
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Nasional
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Nasional
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Nasional
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Nasional
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau