Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ija Suntana
Dosen

Pengajar pada Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Pemekaran Daerah dan Romantisme Sejarah

Kompas.com - 28/04/2025, 10:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEPERTINYA, kita perlu mempertimbangkan hasil sejumlah penelitian yang menunjukkan bahwa pemekaran daerah selama ini tidak (belum) benar-benar memperkuat otonomi daerah.

Pemekaran hanya menambah jumlah kabupaten baru, tetapi tidak banyak membantu meningkatkan ekonomi masyarakat.

Pemekaran daerah yang telah kita lakukan selama ini, umumnya hanya menghasilkan urbanisme administratif, yaitu kota dadakan yang diciptakan oleh “pena pejabat”, bukan oleh proses urbanisasi.

Artinya, suatu daerah ditetapkan sebagai kota hanya karena keputusan administratif dari pemerintah, bukan karena daerah itu benar-benar sudah tumbuh dengan aktivitas ekonomi, sosial, budaya, dan infrastruktur yang matang.

Lahirnya kota dadakan sering kali menandakan gejala “locality fever”, yaitu demam kedaerahan yang membuat sejumlah masyarakat memperjuangkan status administratif demi pengakuan eksistensial, tapi kehilangan fondasi kapasitas.

Pemekaran daerah yang kehilangan fondasi kapasitas menunjukkan paradoks demokrasi. Lahiriahnya gagasan dan aspirasi otonomi, tetapi batinnya ruang kosong tanpa pelayanan dasar yang memadai.

Baca juga: Menolak Usulan Pemekaran Wilayah

Beberapa daerah otonom baru tidak benar-benar mandiri secara fiskal, dan umumnya masih tetap “menjadi pengemis anggaran” dari pusat.

Muncul pertanyaan, apakah sebaiknya justru kita harus melakukan hal sebaliknya dari pemekaran, yaitu konsolidasi kewilayahan.

Kita berupaya menggabungkan desa-desa atau kecamatan-kecamatan, termasuk kabupaten/kota kecil agar memiliki kapasitas administratif yang lebih kuat dan pelayanan publik lebih efisien.

Kita bangun struktur kolaboratif regional agar kabupaten/kota kecil—yang sulit bersaing dalam menarik investasi, membangun infrastruktur besar, atau mengembangkan SDM—lebih berkapasitas.

Konsolidasi kewilayahan berfungsi juga untuk menghindari fragmentasi, karena hal lumrah isu pemekaran dijadikan “waralaba kekuasaan” oleh para aktor politik.

Romantisme sejarah

Dasar pemekaran daerah sangat sering digerakkan bukan oleh kebutuhan administratif, pertimbangan fiskal, dan logika pembangunan.

Ia justru digerakkan oleh romantisme sejarah atau nostalgia masa lalu. Bahkan tidak jarang oleh keinginan membangkitkan identitas lama yang telah masuk “tiang gantungan sejarah”.

Romantisme sejarah adalah argumen paling tidak masuk akal dalam logika tata negara. Para elite lokal menjual khayalan bahwa membangkitkan identitas tata negara masa lalu—entah itu kerajaan, keresidenan, atau lainnya—akan memicu kebanggaan kolektif, mengundang investasi, membuka lapangan kerja, dan menyejahterakan rakyat.

Maka lahirlah sejumlah kabupaten baru dengan simbol tata negara masa lalu, tetapi dengan kondisi jalan berlubang, RSUD dengan layanan morat-marit, gedung-gedung pemerintahan hasil nyewa, dan APBD yang habis hanya untuk gaji pegawai.

Halaman:


Terkini Lainnya
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Nasional
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Nasional
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Nasional
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Nasional
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Nasional
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Nasional
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Nasional
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Nasional
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Nasional
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Nasional
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Nasional
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Nasional
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Nasional
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Nasional
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau