Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herman Dirgantara
Peneliti Hukum dan Direktur PT. Gajah Mada Analitika

Analis Hukum dan Politik dari Gajah Mada Analitika

E-Voting: Ide Lama, Urgensi Baru

Kompas.com - 22/05/2025, 13:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMILU dan Pilkada serentak 2024 secara umum sudah usai. Namun, yang tersisa bukan hanya hasil, tapi juga pertanyaan besar: apakah sistem elektoral kita sudah cukup adil, efisien, dan ramah bagi semua warga negara?

Di tengah kompleksitas logistik, disinformasi, dan kecurangan, e-Voting kembali mencuat sebagai harapan—atau mungkin sekadar wacana lama yang terus tertahan.

Serangkaian persoalan mendasar nyatanya masih kembali mengulang luka: beban kerja petugas yang kurang manusiawi, praktik politik uang yang meluas, serta kompleksitas sistem manual yang mahal dan rawan.

Pemungutan suara ulang alih-alih jadi momentum perombakan justru jadi pembalikan. Dari situ, demokrasi elektoral kian (membuat) lelah, tapi tidak semakin bermakna.

Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa penyelenggara ad hoc di berbagai daerah kembali mengalami kelelahan luar biasa. Laporan pelanggaran—baik administratif maupun etik—tidak menurun drastis.

Padahal sejak Pemilu 2019, kita telah diingatkan betapa buruknya dampak sistem manual yang kita gunakan, termasuk wafatnya ratusan petugas KPPS kala itu.

Baca juga: Pemilu Dirombak, Demokrasi Direntas

Evaluasi Pemilu 2024 seharusnya bukan hanya berhenti pada rekapitulasi suara, tetapi juga menjadi pintu masuk perombakan desain sistem elektoral Indonesia.

Dalam konteks inilah, e-Voting kembali relevan. Lebih dari sekadar inovasi teknologi, e-Voting harus dibaca sebagai jawaban atas stagnasi demokrasi prosedural, yang terus menyandera integritas elektoral.

Terlebih, rencana revisi menyeluruh terhadap tiga undang-undang sekaligus—UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik—menjadi peluang emas untuk memformalkan e-Voting dalam kerangka hukum nasional.

E-Voting merujuk pada sistem pemungutan suara berbasis elektronik—baik melalui mesin voting di TPS, perangkat komputer, maupun aplikasi daring.

Menurut Abdul Basid Fuadi (2020), e-Voting bukan sekadar alat bantu teknis, melainkan representasi dari komitmen negara terhadap modernisasi demokrasi yang lebih inklusif, cepat, dan akurat.

Negara-negara seperti Brasil, Estonia, dan India telah memanfaatkan e-Voting dalam berbagai level Pemilu. Bahkan Indonesia telah mengujicobakan e-Voting dalam Pilkades di Jembrana dan beberapa kabupaten lainnya, yang diyakini mampu menekan anggaran hingga 40 persen dan mempercepat proses hingga 60 persen (Elven & Al-Muqorrobin, 2021).

Pemilu 2024 seharusnya menjadi peringatan serius bagi negara. Bukan hanya karena beban kerja petugas, namun juga karena semakin liarnya praktik politik uang dengan beragam bentuk, termasuk membeli suara (vote buying).

Studi Muhtadi (2019) menunjukkan bahwa 20-30 persen pemilih menerima imbalan dalam Pilkada, dan tren ini terus berulang.

Kecurangan seperti penggelembungan suara, pemalsuan C1, hingga manipulasi rekapitulasi masih marak ditemukan. Sistem manual membuat semua itu sulit dilacak, minim akuntabilitas, dan membuka ruang lebar bagi manipulasi data.

Baca juga: Tujuh Agenda Perbaikan Sistem Politik

Halaman:


Terkini Lainnya
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Nasional
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Nasional
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Nasional
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Nasional
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Nasional
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Nasional
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Nasional
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Nasional
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Nasional
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Nasional
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Nasional
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Nasional
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Nasional
Eks Kepala PPATK Ungkap Penyelundup Punya Beking 'Bintang-bintang'
Eks Kepala PPATK Ungkap Penyelundup Punya Beking "Bintang-bintang"
Nasional
Kementerian Lingkungan Hidup Segel Tambang Nikel PT ASP di Raja Ampat
Kementerian Lingkungan Hidup Segel Tambang Nikel PT ASP di Raja Ampat
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau