RIO DE JANEIRO, KOMPAS.com - Ratusan jenazah bergelimpangan di jalanan Rio de Janeiro setelah Brasil melancarkan operasi antinarkoba di kawasan tersebut.
Hingga Rabu (29/10/2025), otoritas setempat mencatat sedikitnya 121 orang tewas, termasuk empat polisi, dalam serangkaian penggerebekan besar terhadap kelompok narkoba Comando Vermelho.
Menurut kepolisian negara bagian Rio, operasi tersebut telah direncanakan selama lebih dari dua bulan dan dirancang untuk “mengusir para tersangka ke kawasan hutan,” tempat satuan khusus telah menunggu dalam posisi penyergapan.
Baca juga: Kronologi Penggerebekan Narkoba “Mematikan” di Brasil, 132 Orang Tewas
Kepala Keamanan Negara Bagian Rio, Victor Santos, menyebut tingkat kematian tinggi itu “dapat diperkirakan tetapi tidak diinginkan.”
“Tingkat mematikan dari operasi ini memang diperkirakan, tapi bukan sesuatu yang diinginkan,” kata Santos dalam konferensi pers.
Ia menegaskan akan menyelidiki dugaan “pelanggaran prosedur” oleh aparat.
Namun, organisasi bantuan hukum publik menyebut jumlah korban bisa mencapai 132 orang, melebihi catatan resmi yang disampaikan polisi.
Pemandangan memilukan terjadi di kawasan Penha, tempat warga memungut puluhan jasad dari hutan di sekitar permukiman.
Lebih dari 70 mayat kemudian disusun berjajar di tengah jalan utama sebagai bentuk protes.
“Saya hanya ingin membawa anak saya pulang dan memakamkannya,” ujar Taua Brito, seorang ibu korban, di tengah derai tangis pelayat dan warga yang memadati lokasi.
Sore harinya, konvoi sepeda motor berangkat dari Penha menuju istana gubernur untuk memprotes kekerasan polisi.
Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera Brasil yang dilumuri cap tangan merah sebagai simbol darah korban.
Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk keras jumlah korban tewas yang luar biasa tinggi.
“Kami mengingatkan otoritas atas kewajiban mereka berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional, dan mendesak dilakukan penyelidikan yang cepat dan efektif,” bunyi pernyataan resmi lembaga itu.
Sejumlah keluarga mengaku menemukan tanda-tanda eksekusi di luar hukum pada tubuh korban, seperti luka tembak di wajah dan leher, serta bekas ikatan di tangan.