“Beberapa keluarga melaporkan adanya tanda penyiksaan pada jenazah,” kata Guilherme Pimentel, pengacara hak asasi manusia yang mendampingi keluarga korban di kamar mayat Rio.
Baca juga: Brasil bak Medan Perang, 64 Tewas dalam Penggerebekan Narkoba Terbesar
Meski gelombang kritik meningkat, Gubernur Rio Claudio Castro membela tindakan aparat. Ia meyakini seluruh korban adalah anggota geng bersenjata yang menembaki polisi dari dalam hutan.
“Saya tidak berpikir ada orang yang berjalan-jalan di hutan pada hari bentrokan. Karena itu, kami yakin mereka adalah penjahat,” ujar Castro.
Ia menambahkan bahwa operasi itu ditujukan untuk melawan apa yang ia sebut sebagai “narkoterorisme.”
“Korban yang sebenarnya hanyalah para polisi,” tambahnya.
Menurut pemerintah negara bagian, operasi tersebut merupakan yang terbesar yang pernah dilakukan untuk menargetkan Comando Vermelho atau Red Command, geng narkoba yang menguasai perdagangan obat terlarang di sejumlah favela padat di Rio.
Polisi juga menyita 118 senjata api dan menahan 113 tersangka.
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menyerukan perang terhadap kekerasan narkoba, namun menekankan bahwa penegakan hukum harus dilakukan tanpa mengorbankan warga sipil.
“Kita tidak bisa membiarkan kejahatan terorganisir terus menghancurkan keluarga dan menyebarkan kekerasan di kota-kota,” tulis Lula di platform X.
Ia juga menegaskan pentingnya koordinasi antara lembaga negara agar operasi semacam ini tidak lagi menimbulkan korban massal.
Menteri Kehakiman Ricardo Lewandowski menambahkan bahwa sedikitnya 50 polisi federal akan dikirim sementara ke Rio untuk membantu memberantas kejahatan terorganisir.
Baca juga: Horornya Penggerebekan Narkoba di Brasil, 40 Jenazah Dibawa ke Jalan
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang