JAKARTA, KOMPAS.com - Sekitar 70 persen calon debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR), khususnya untuk segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), terhambat oleh Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hambatan ini menjadi persoalan serius yang turut memengaruhi realisasi penyaluran KPR bersubsidi.
"Rata-rata 70 persen yang terhalang dan 30 persen itu setelah kita seleksi dulu oleh para pengembang," kata Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah di Jakarta, Jumat (20/06/2025).
Baca juga: Rumah Subsidi di India, Solusi di Tengah Populasi 1,46 Miliar Jiwa
Sehingga, 30 persen calon debitur yang lolos tersebut sudah merupakan hasil seleksi pengembang untuk kemudian didorong prosesnya ke perbankan.
Namun, kondisi ini membuat data di perbankan seolah-olah menunjukkan tingkat penolakan kredit yang rendah. Padahal, sebagian besar calon debitur sudah lebih dulu gugur pada tahap seleksi awal oleh pengembang.
"Makanya di perbankan seolah-olah RPC (Repayment Capacity)-nya yang tertolak itu kecil, padahal enggak. Itu karena sudah diseleksi oleh teman-teman pengembang. Sampai sekarang belum ada solusi di perbankan, solusinya ya memang Rent-to-Own (RTO)," ungkapnya.
RPC yang dimaksud, merujuk pada rasio kemampuan membayar angsuran calon debitur. Akan tetapi menurut Junaidi, banyak perbankan menggunakan alasan RPC sebagai penolakan halus, padahal penyebab utamanya adalah catatan negatif di SLIK OJK.
"Jadi memang banyak yang terganjal di SLIK OJK, walaupun banyak perbankan alasannya adalah RPC. Menolak halus lah. Kalau RPC itu kan kaitannya tingkat kemampuan angsur ya, padahal bukan itu, sebenarnya ya yang memang sudah tertolak karena SLIK," ujarnya.
Baca juga: Beda Signifikan Rumah Subsidi di Indonesia dan Singapura: Kualitas dan Ekosistem
Sekretaris Jenderal APERSI Daniel Djumali menambahkan bahwa asosiasi telah meminta bantuan dari pihak pemerintah agar mendorong relaksasi aturan untuk korban pinjaman online (pinjol) yang nilainya kecil.
"Kami di asosiasi kita juga minta ke Pak Menteri Pak Ara (Menteri PKP Maruarar Sirait) membantu kami semua untuk melakukan relaksasi. Beberapa kali kan kita ketemu dengan OJK ya, untuk yang korban-korban pinjol ini yang mungkin nilainya kecil bisa kita berkesempatan lah memiliki rumah pertama, rumah MBR," ucap Daniel.
APERSI berharap adanya kebijakan afirmatif yang dapat membuka akses perumahan bagi masyarakat yang memiliki catatan negatif dalam SLIK akibat pinjaman kecil, khususnya dari pinjol, agar tetap dapat memiliki rumah pertama.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang