Oleh: Beth Meisinger dan Roger J. Kreuz
SAAT pertama kali mulai membaca, kita membaca dengan suara yang keras.
Membaca dengan suara keras bisa membuat teks menjadi lebih mudah dipahami ketika kita adalah pembaca pemula atau ketika kita membaca sesuatu yang menantang.
Baca juga: Bisa Membaca Tulisan Typo adalah Bukti Kehebatan Otak Kita
Mendengarkan diri sendiri saat membaca bisa membantu kita meningkatkan pemahaman.
Setelah itu, kita bisa jadi mulai “membaca sambil bergumam”.
Kita bergumam, berbisik, atau menggerakkan bibir saat membaca. Namun, kebiasaan ini perlahan-lahan akan memudar seiring dengan berkembangnya kemampuan membaca kita, dan kemudian kita akan mulai “membaca dalam hati”.
Saat itulah ketika suara di dalam kepala kita mulai muncul.
Sebagai pakar dalam membaca dan bahasa, kami sering kali melihat transisi ini – dari membaca dengan suara keras menjadi membaca dalam hati.
Ini adalah bagian normal dari perkembangan kemampuan membaca seseorang. Biasanya, anak-anak sudah mahir membaca dalam hati pada kelas empat atau lima.
Pergeseran dari membaca dengan suara keras ke membaca dalam hati sangat mirip dengan bagaimana anak-anak mengembangkan keterampilan berpikir dan berbicara.
Anak-anak kecil sering berbicara kepada diri mereka sendiri sebagai cara untuk berpikir saat menghadapi tantangan.
Lev Vygotsky, psikolog dari Rusia, menyebutnya sebagai “private speech” (“pembicaraan pribadi”).
Namun, bukan hanya anak-anak saja yang berbicara kepada diri mereka sendiri. Lihat saja orang dewasa yang mencoba merakit penyedot debu baru.
Baca juga: Studi: Hobi Membaca Bikin Panjang Umur
Kita mungkin akan mendengar mereka bergumam sendiri saat mereka mencoba memahami instruksi perakitan.
Seiring kemampuan berpikir anak-anak menjadi lebih baik, mereka beralih untuk berbicara di dalam kepala mereka, bukan dengan suara keras. Hal ini disebut “inner speech” (“pembicaraan dalam hati”).