KOMPAS.com - Para ilmuwan semakin dekat untuk menumbuhkan jaringan otak manusia di laboratorium. Penemuan ini memicu perdebatan etis: bisakah jaringan otak buatan ini suatu hari menjadi sadar — bahkan merasakan sakit?
Adapun "brain organoid" adalah gumpalan jaringan otak mini yang ditumbuhkan dari sel punca. Jangan bayangkan seperti "otak dalam toples" ala fiksi ilmiah — organoid ini jauh lebih sederhana daripada otak manusia. Diameternya tak lebih dari 4 milimeter dan hanya meniru satu bagian otak, sehingga para ilmuwan selama ini berasumsi bahwa organoid tidak memiliki kesadaran.
Namun, seiring kemajuan teknologi, asumsi ini mulai dipertanyakan.
“Dalam ketakutan terhadap sensasi berlebihan dan hype ala sci-fi, pandangan kita mungkin terlalu meremehkan potensi organoid ini,” kata Christopher Wood, peneliti bioetika dari Zhejiang University.
Dalam artikel opini di jurnal Patterns, Wood dan timnya menyerukan peninjauan ulang regulasi riset organoid. Menurut mereka, akan menjadi tidak etis jika suatu hari organoid yang sadar dibiarkan merasakan sakit atau mengembangkan pikiran sendiri tanpa perlindungan.
Baca juga: Apakah Lari Marathon Memengaruhi Kesehatan Otak?
Kesadaran biasanya dikaitkan dengan kemampuan menyadari diri sendiri atau merasakan sesuatu. Tetapi pada organoid, para ahli hanya berbicara tentang tingkat sensasi paling dasar, seperti kemungkinan merasakan nyeri atau kesenangan.
Menurut Andrea Lavazza, filsuf moral dan neuroetikus dari Pegaso University, organoid yang lebih maju berpotensi merasakan nyeri, meskipun tidak menerima sinyal dari pancaindra seperti otak manusia.
Bahkan, Boyd Lomax, ahli saraf di Johns Hopkins University, berpendapat: “Jika sebuah organoid memiliki arsitektur saraf internal yang mampu merepresentasikan rasa sakit, maka tidak perlu ada sinyal eksternal.”
Namun, Wood mengingatkan bahwa kita belum tahu apakah organoid benar-benar dapat mengalami “phantom pain” seperti manusia yang kehilangan anggota tubuh.
Baca juga: Sering Menyundul Bola Bisa Ubah Struktur Otak, Studi Ungkap Dampaknya
Mengukur kesadaran saja sudah sulit, bahkan pada manusia. Pada pasien koma atau penderita locked-in syndrome, dokter hanya bisa menebak kesadaran melalui aktivitas listrik otak atau kompleksitas pola sinyal saraf.
Metode lain adalah mengukur perturbational complexity — semakin kompleks pola aktivitas otak terhadap rangsangan, semakin besar kemungkinan seseorang sadar. Namun, sinyal kompleks seperti ini juga bisa muncul di neuron yang ditumbuhkan di cawan laboratorium. Ini membuat metode tersebut kurang bisa dijadikan tolok ukur.
Saat ini, organoid masih terlalu sederhana untuk menjadi sadar. Tetapi para ilmuwan telah menemukan cara menambahkan pembuluh darah, mikroglia (sel imun otak), bahkan membentuk assembloids — gabungan beberapa organoid yang merepresentasikan beberapa area otak.
Menurut Wood, dalam 5–10 tahun ke depan, organoid bisa mencapai kompleksitas yang cukup untuk berpotensi sadar. Hal ini menimbulkan pertanyaan baru: apakah riset ini perlu diatur ketat seperti riset pada hewan percobaan?
Baca juga: Menghirup Wangi Mawar Bantu Tingkatkan Volume Otak, Benarkah?
Pedoman International Society for Stem Cell Research (ISSCR) saat ini menyatakan organoid tidak dapat merasakan sakit, sehingga risetnya tidak memerlukan pengawasan khusus. Tapi para ahli menilai panduan ini perlu diperbarui.
“Itu pandangan yang terlalu konservatif dan harus direvisi oleh tim multidisiplin, bukan hanya ahli sel punca,” kata Alysson Muotri, pendiri perusahaan bioteknologi Tismoo.
Sebagian peneliti, seperti Lavazza, tidak melihat masalah etis dalam menciptakan organoid sadar selama ada perlindungan yang tepat. Lomax menambahkan bahwa jika organoid mencapai kesadaran, mereka harus mendapat pengawasan etis setara dengan hewan percobaan.
Baca juga: Apakah Otak Kita Bisa Kehabisan Memori?
Mungkin terdengar seperti cerita dari novel Brave New World, tapi kemungkinan “otak mini sadar” semakin nyata. Tantangannya adalah bagaimana mengukur kesadaran dan menetapkan aturan yang adil sebelum teknologi ini melangkah lebih jauh.
Wood menyimpulkan: “Beban pembuktian seharusnya ada pada pihak yang menyangkal kemungkinan kesadaran, bukan pada pihak yang berargumen bahwa itu mungkin.”
Dengan kata lain, sains perlu bersiap lebih awal sebelum kita benar-benar menciptakan “pikiran” di laboratorium.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang