KOMPAS.com - Kerajaan Ternate di Maluku Utara pertama kali didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Saat itu, kerajaan ini belum bercorak Islam.
Agama Islam mulai menyebar di Ternate pada abad ke-14 dan keluarga kerajaan baru memeluk Islam pada masa pemerintahan Raja Marhum (1432-1486).
Pada masa penjajahan, Kerajaan Ternate tercatat melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda.
Meski pernah ditaklukkan oleh VOC, Kerajaan Ternate tetap eksis, bahkan hingga saat ini.
Berikut ini kehidupan sosial-budaya Kerajaan Ternate.
Baca juga: 6 Peninggalan Kerajaan Ternate
Kerajaan Ternate dikenal sebagai penghasil rempah-rempah. Tanah Ternate merupakan penghasil cengkih dan pala terpenting di Kepulauan Maluku.
Tidak hanya itu, letak geografisnya Ternate berada dalam kesatuan lintasan Laut Maluku, Sulawesi, dan Laut Sulu, yang menempatkannya sebagai bagian dari jalur perdagangan internasional.
Perdagangan rempah-rempah yang menjadi andalan perekonomian Kerajaan Ternate memunculkan interaksi masyarakatnya dengan berbagai bangsa dan budaya.
Interaksi tersebut memungkinkan berkembangnya segala unsur kebudayaan di Ternate.
Penduduk di Ternate terdiri dari berbagai suku bangsa di Nusantara, yang datang sejak masa kolonial, atau bahkan jauh sebelumnya.
Pertemuan antarsuku bangsa yang mulanya berdasarkan kepentingan perdagangan, pada perkembangannya menimbulkan percampuran.
Hal itu pula yang membuat penduduk Ternate saat ini memiliki beragam bahasa dan tradisi dalam satu lingkungan, tetapi tetap memperlihatkan ciri kebudayaannya masing-masing.
Baca juga: Kedatangan Portugis di Ternate
Selain kepentingan perdagangan, kehidupan sosial-budaya di Ternate juga dipengaruhi oleh perkembangan agama Islam di sana.
Penduduk Kesultanan Ternate tergolong kelompok majemuk atau multikultural, yang secara umum dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu:
Sebagaimana disebutkan, mulanya Kerajaan Ternate belum bercorak Islam.