KOMPAS.com - Festival Kue Bulan atau Mid-Autumn Festival merupakan perayaan tradisional Tionghoa yang jatuh setiap tanggal 15 bulan ke-8 dalam kalender lunar.
Festival ini menjadi salah satu perayaan terpenting setelah Tahun Baru Imlek dan dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di seluruh dunia.
Pusat perayaan Festival Kue Bulan terletak pada tradisi berkumpul bersama keluarga untuk menikmati kue bulan (mooncake).
Kue berbentuk bulat ini melambangkan kebersamaan, keberuntungan, serta kemakmuran di bawah sinar bulan purnama.
Baca juga: Kue Bulan, Kue Enak Penuh Simbol
Setiap tanggal 15 bulan ke-8 penanggalan lunar diperingati sebagai Festival Kue Bulan.
Pada malam itu, bulan berada pada bentuk paling bulat dan terang, yang dipercaya sebagai momen munculnya Dewi Bulan.
Salah satu legenda yang terkenal adalah kisah pemanah Huo Yi. Ia berhasil memanah sembilan dari sepuluh matahari yang membuat bumi panas dan kering, hingga hanya tersisa satu matahari.
Atas jasanya, ia diberi pil panjang umur. Namun, pil itu justru ditelan oleh istrinya, Chang Er, yang kemudian hidup abadi di bulan sebagai Dewi Bulan.
Sejak itu, setiap malam purnama, Huo Yi menatap bulan sambil menikmati kue sebagai tanda kerinduan pada istrinya.
Selain legenda tersebut, ada pula versi lain yang menyebut festival ini sebagai bentuk penghormatan kaum petani kepada Dewi Bulan.
Mereka mempersembahkan kue berisi kuning telur utuh sebagai simbol bulan purnama dan ungkapan rasa syukur atas hasil panen.
Baca juga: Sejarah Tahun Baru Imlek
Secara historis, kue bulan juga tercatat sejak zaman Dinasti Song. Pada masa Dinasti Ming, kue bulan bahkan digunakan sebagai media komunikasi rahasia dalam pemberontakan Zhu Yuanzhang terhadap kekuasaan Mongolia.
Pesan-pesan rahasia diselipkan di dalam kue bulan untuk menyatukan rakyat.
Di Indonesia, masyarakat Tionghoa Hokkian mengenal kue bulan dengan sebutan Gwee Pia atau Tiong Chiu Pia.
Hingga kini, tradisi Festival Kue Bulan tetap dilestarikan dengan berbagai adaptasi lokal.