KOMPAS.com - Istilah vaksin mulai dikenal sejak ditemukannya vaksin cacar pada tahun 1796.
Penemuan ini menjadi tonggak penting dalam dunia kedokteran modern.
Edward Jenner, seorang dokter asal Inggris, yang pertama kali memperkenalkan konsep imunisasi modern.
Ia melakukan uji coba dengan menginokulasikan nanah cacar sapi (cowpox) kepada manusia sebagai upaya mencegah penyakit cacar.
Pada awal 1900-an, hanya ada dua jenis vaksin untuk melawan infeksi virus, yakni vaksin cacar dan rabies. Selain itu, terdapat tiga vaksin bakteri, yaitu tifoid, kolera, dan pes.
Baca juga: IndoVac, Vaksin Covid-19 Produksi Indonesia
Setelah pencapaian Jenner, perkembangan vaksin sempat terhenti lebih dari satu abad. Hal ini terjadi karena keterbatasan pengetahuan tentang mikrobiologi.
Baru pada akhir abad ke-19, ilmuwan seperti Louis Pasteur, Robert Koch, Emil von Behring, dan Paul Ehrlich menemukan prinsip dasar imunologi dan imunoterapi.
Penemuan mereka membuka jalan bagi lahirnya vaksinologi modern dan melahirkan banyak penelitian lanjutan.
Beberapa perkembangan dan temuan vaksin, yaitu:
Vaksin ini menggunakan kuman penyebab penyakit yang sudah dimatikan. Vaksin inaktif biasanya tidak sekuat vaksin hidup, sehingga dibutuhkan dosis berulang atau suntikan penguat untuk mempertahankan kekebalan.
Contoh: vaksin Hepatitis A, flu, polio, dan rabies.
Baca juga: Vaksin, Inspirasi dari Sapi
Jenis vaksin ini dibuat dari kuman yang dilemahkan. Karena menyerupai infeksi alami, vaksin ini mampu memicu respons imun yang kuat dan tahan lama, bahkan hanya dengan 1–2 dosis.
Namun, vaksin hidup tidak cocok untuk orang dengan daya tahan tubuh lemah atau pasien pasca-transplantasi. Selain itu, vaksin ini harus disimpan dalam suhu dingin sehingga tidak praktis untuk daerah tanpa fasilitas penyimpanan.
Vaksin mRNA merupakan inovasi terbaru dalam teknologi vaksin. Vaksin ini bekerja dengan memanfaatkan urutan nukleotida sebagai cetakan untuk menghasilkan protein yang merangsang sistem imun.
Dibandingkan vaksin konvensional, vaksin mRNA lebih cepat diproduksi, efektif, dan relatif aman. Teknologi ini dipopulerkan saat pandemi COVID-19.