Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Vaksin dan Perkembangannya

Kompas.com - 28/08/2025, 15:00 WIB
Lusianti Dwi Cahyani,
Serafica Gischa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Istilah vaksin mulai dikenal sejak ditemukannya vaksin cacar pada tahun 1796. 

Penemuan ini menjadi tonggak penting dalam dunia kedokteran modern.

Edward Jenner, seorang dokter asal Inggris, yang pertama kali memperkenalkan konsep imunisasi modern. 

Ia melakukan uji coba dengan menginokulasikan nanah cacar sapi (cowpox) kepada manusia sebagai upaya mencegah penyakit cacar.

Pada awal 1900-an, hanya ada dua jenis vaksin untuk melawan infeksi virus, yakni vaksin cacar dan rabies. Selain itu, terdapat tiga vaksin bakteri, yaitu tifoid, kolera, dan pes.

Baca juga: IndoVac, Vaksin Covid-19 Produksi Indonesia

Setelah pencapaian Jenner, perkembangan vaksin sempat terhenti lebih dari satu abad. Hal ini terjadi karena keterbatasan pengetahuan tentang mikrobiologi.

Baru pada akhir abad ke-19, ilmuwan seperti Louis Pasteur, Robert Koch, Emil von Behring, dan Paul Ehrlich menemukan prinsip dasar imunologi dan imunoterapi. 

Penemuan mereka membuka jalan bagi lahirnya vaksinologi modern dan melahirkan banyak penelitian lanjutan.

Ilustrasi pemberian vaksin Covid-19 booster atau vaksin dosis ketiga kepada masyarakat umum.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Ilustrasi pemberian vaksin Covid-19 booster atau vaksin dosis ketiga kepada masyarakat umum.

Perkembangan vaksin 

Beberapa perkembangan dan temuan vaksin, yaitu: 

Vaksin tidak aktif (Inactivated Vaccine)

Vaksin ini menggunakan kuman penyebab penyakit yang sudah dimatikan. Vaksin inaktif biasanya tidak sekuat vaksin hidup, sehingga dibutuhkan dosis berulang atau suntikan penguat untuk mempertahankan kekebalan.

Contoh: vaksin Hepatitis A, flu, polio, dan rabies.

Baca juga: Vaksin, Inspirasi dari Sapi

Vaksin hidup yang dilemahkan (Live Attenuated Vaccine)

Jenis vaksin ini dibuat dari kuman yang dilemahkan. Karena menyerupai infeksi alami, vaksin ini mampu memicu respons imun yang kuat dan tahan lama, bahkan hanya dengan 1–2 dosis.

Namun, vaksin hidup tidak cocok untuk orang dengan daya tahan tubuh lemah atau pasien pasca-transplantasi. Selain itu, vaksin ini harus disimpan dalam suhu dingin sehingga tidak praktis untuk daerah tanpa fasilitas penyimpanan.

Vaksin mRNA

Vaksin mRNA merupakan inovasi terbaru dalam teknologi vaksin. Vaksin ini bekerja dengan memanfaatkan urutan nukleotida sebagai cetakan untuk menghasilkan protein yang merangsang sistem imun.

Dibandingkan vaksin konvensional, vaksin mRNA lebih cepat diproduksi, efektif, dan relatif aman. Teknologi ini dipopulerkan saat pandemi COVID-19.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau