KOMPAS.com – Sejak 18 Januari 2007, halaman depan Istana Negara di Jakarta menjadi saksi bisu perjuangan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Setiap hari Kamis sore, mereka berdiri membentangkan poster, foto, dan payung hitam dalam sebuah protes damai yang dikenal dengan Aksi Kamisan.
Gerakan ini lahir sebagai respons atas lambannya negara menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, mulai dari Tragedi 1965, Talangsari, penembakan misterius, hingga kasus penculikan aktivis menjelang Reformasi 1998.
Hingga kini, sejarah aksi Kamisan di Indonesia menjadi simbol keteguhan melawan lupa dan menuntut keadilan yang tak kunjung datang.
Baca juga: Sejarah Aksi Kamisan, Digelar Pertama Kali pada 2007
Aksi Kamisan lahir dari keprihatinan mendalam atas kasus pelanggaran HAM yang melibatkan negara sejak masa Orde Baru hingga Reformasi.
Deretan kasus pelanggaran HAM yang melatarbelakangi Aksi Kamisan, yakni:
Selain itu, pembunuhan aktivis HAM Munir pada 2004 menambah daftar panjang pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan.
Impunitas terhadap para pelaku dan dalang kasus-kasus tersebut menjadi pemicu lahirnya aksi damai setiap hari Kamis.
Baca juga: Contoh Pelanggaran HAM Berat di Indonesia
Aksi Kamisan pertama kali digagas oleh tiga tokoh: Maria Katarina Sumarsih, ibu dari Bernardus Realino Norma Irawan (Wawan), mahasiswa yang tewas dalam Tragedi Semanggi I; Suciwati Munir, istri aktivis HAM Munir Said Thalib; serta Bedjo Untung, korban penahanan tanpa proses hukum karena dituduh anggota PKI 1965–1966.
Mereka menyadari bahwa negara tidak menunjukkan keseriusan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
Karena itu, aksi diam dengan payung hitam dipilih sebagai bentuk simbolik, sederhana, damai, tapi sarat makna.
Payung hitam dipilih sebagai maskot aksi. Gagasan ini datang dari Sumarsih yang mengusulkan penggunaan payung, kemudian Suciwati menekankan agar warnanya hitam, selaras dengan pakaian para peserta aksi. Hitam melambangkan duka sekaligus keteguhan untuk memperjuangkan kemanusiaan.
Sejak itu, setiap Kamis sore pukul 16.00 WIB, para korban, keluarga korban, aktivis, mahasiswa, hingga masyarakat sipil berdiri diam selama sekitar satu jam di depan Istana Merdeka, membawa foto korban dan spanduk bertema perjuangan HAM.
Baca juga: 4 Jenis Pelanggaran HAM Berat Internasional Berdasarkan Statuta Roma
Dalam 17 tahun perjalanannya, Aksi Kamisan telah digelar lebih dari 800 kali.
Aksi ini tidak hanya berlangsung di Jakarta, tetapi juga menyebar ke berbagai kota, termasuk Bandung, Yogyakarta, Malang, Semarang, Surabaya, Bekasi, Makassar, Medan, Pontianak, hingga Manado.