KOMPAS.com - Kesultanan Johor merupakan kerajaan Islam di Malaysia yang menjadi penerus Kerajaan Malaka.
Kesultanan Johor didirikan pada 1528 oleh Sultan Alauddin Riayat Syah II, putra dari Sultan Malaka yang terakhir.
Melansir kemahkotaan.johor.gov.my, pada awal didirikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah II, letak Kerajaan Johor berada di Kota Lama.
Setelah itu, ibu kotanya kerap dipindahkan oleh Sultan Johor, bahkan mengalami lebih dari 20 kali pemindahan.
Kesultanan Johor melewati sejarah yang sangat panjang dan masih ada hingga kini.
Berikut ini sejarah singkat Kesultanan Johor.
Baca juga: Sejarah Kerajaan Kush yang Pernah Menguasai Mesir Kuno
Sebelum Kesultanan Johor berdiri, wilayahnya merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Malaka.
Pada 1511, Kerajaan Malaka runtuh akibat serangan bangsa Portugis, yang memaksa Sultan Mahmud Syah I melarikan diri dari ibu kota bersama ahli warisnya.
Sultan Mahmud Syah I terus berupaya merebut kembali kekuasaannya atas Malaka, tetapi usahanya selalu gagal.
Tekanan dari Portugis membuat Sultan Mahmud Syah I mengungsi hingga ke Pahang.
Sejumlah upaya kembali dilakukan untuk melawan Portugis, tetapi Sultan Mahmud Syah I tidak pernah bisa merebut Malaka hingga akhir hayatnya di Kampar, Riau, Indonesia.
Salah satu putra Sultan Mahmud Syah I, yakni Alauddin Riayat Shah II, berhasil mendirikan kerajaan baru di Johor pada 1528.
Sultan Alauddin Riayat Shah II memerintah sebagai Sultan Johor yang pertama hingga 1564.
Meskipun Sultan Alauddin Riayat Shah II dan penerusnya harus berhadapan dengan serangan Portugis di Malaka dan Kerajaan Aceh di Sumatera, kekuasaan Kesultanan Johor dapat dipertahankan.
Baca juga: Mengapa Aceh Menyerang Portugis di Malaka?
Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin, Kesultanan Johor terus diserang oleh Portugis, sehingga ibu kota kerajaan terus dipindahkan.
Dalam perkembangannya, Kesultanan Johor menyepakati perjanjian gencatan senjata dengan Portugis, karena saat itu Kesultanan Aceh lebih mengancam.
Pada sebuah peperangan, Sultan Alauddin kala, yang membuatnya ditangkap dan dibawa ke Kesultanan Aceh hingga akhir hayatnya pada 1564.
Sultan Alauddin Riayat Syah II digantikan oleh putranya, Sultan Muzaffar Syah II (1564–1570), yang pemerintahannya berada di bawah kendali Kesultanan Aceh.