KOMPAS.com - FBI menggeledah rumah dan kantor John Bolton, mantan penasihat keamanan nasional Donald Trump, Jumat lalu.
Penggeledahan ini dilakukan setelah Departemen Kehakiman membuka kembali penyelidikan terkait dugaan kebocoran dokumen rahasia melalui bukunya tahun 2020.
Langkah tersebut menimbulkan kritik karena dianggap menunjukkan penggunaan aparat hukum untuk menekan lawan politik.
Baca juga: Poin-poin Penting Pertemuan Trump dan Putin di Alaska: Format 3 Vs 3 dan Tanpa Kesepakatan
Bolton sebelumnya sudah menjadi salah satu pengkritik paling keras kebijakan luar negeri Trump sejak dipecat pada 2019.
Pertikaian Trump–Bolton berawal dari perbedaan pandangan tentang Iran, Korea Utara, hingga perang di Ukraina. Konflik itu kini berkembang ke ranah hukum dengan keterlibatan FBI.
Dilansir dari CNN, (22/8/2025), sejumlah agen FBI terlihat masuk ke rumah John Bolton di Maryland dan kantornya di Washington, DC pada Jumat pagi.
Mereka membawa tas masuk ke dalam bangunan, meski belum ada barang yang dibawa keluar.
Sumber menyebut penggeledahan rumah John Bolton ini merupakan langkah hukum paling terbuka sejak Trump kembali menjabat.
Beberapa kendaraan tanpa tanda khusus terlihat di sekitar lokasi, memperlihatkan operasi berlangsung secara masif.
Belum ada pernyataan resmi FBI terkait barang bukti yang disita.
Baca juga: Pertemuan Trump-Putin Disepakati, Lokasi Diumumkan Menyusul, Apa yang Akan Dibahas?
Sebelumnya, Bolton menerbitkan buku The Room Where It Happened pada 2020.
Buku itu berisi kritik keras terhadap Trump dan menuding presiden tidak memahami kebijakan luar negeri. Publikasi buku tersebut langsung memicu kontroversi di Gedung Putih.
Pejabat politik Trump menilai buku tersebut mengandung dokumen rahasia yang berpotensi membahayakan keamanan nasional.
Namun pejabat keamanan karier sempat menyatakan naskah sudah melalui proses penyaringan dan tidak lagi berisi informasi sensitif.
Meski begitu, Departemen Kehakiman tetap melakukan penyelidikan pada masa jabatan pertama Trump.