Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Prudensius Maring
Dosen Tetap Universitas Budi Luhur

Guru Besar bidang Antropologi dengan fokus kajian tentang konflik dan kolaborasi pengusaaan sumber daya ekologi, perubahan iklim, dan hubungan kekuasaan

Dasyatnya Kontestasi Kuasa di Balik Bola Bundar

Kompas.com - 25/10/2025, 06:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEPAK bola kini lebih dari sekadar olahraga. Ia menjadi panggung tempat kekuasaan bekerja dengan cara yang tidak selalu kasat mata.

Di balik sorak penonton melalui layar televisi dan linimasa media sosial, berlangsung pertarungan simbolik antara federasi, pelatih, pemain, jurnalis, komentator, dan jutaan warganet yang menganggap diri mereka pemilik moral dari “tim nasional.”

Fenomena ini mencapai puncaknya ketika publik digital menekan federasi untuk memecat pelatih. Dalam hitungan hari, bermunculan tagar “penolakan” atau sebaliknya “pengidolaan” yang cepat berubah menjadi kekuatan politik simbolik.

Kekuatan tersebut sampai mengguncang otoritas sepak bola nasional, hingga Istana Kepresidenan pun ikut bersuara tentang sepak bola.

Peristiwa itu memperlihatkan betapa dahsyatnya kontestasi kekuasaan yang bekerja di balik bola bundar.

Michel Foucault pernah menulis bahwa kekuasaan bukan sesuatu yang dimiliki, melainkan relasi yang menyebar melalui wacana dan praktik sosial pada berbagai level atau tingkatan dan lapisan (Maring, 2022: Kekuasaan yang dinamis dan tersebar).

Baca juga: Mimpi Piala Dunia Kandas dan Sesat Pikir Alex Pastoor

Kekuasaan tidak lagi bersumber dari menara tinggi, tetapi beredar di antara kita, melebur dalam percakapan, unggahan, dan komentar daring.

Sepak bola Indonesia menjadi contoh paling aktual dari pergeseran lanskap kekuasaan: dari ruang rapat federasi menuju ruang digital yang dikendalikan oleh opini publik.

PSSI memang memegang otoritas formal atas arah tim sepak bola nasional. Namun, legitimasi simbolik kini juga bergantung pada publik digital yang menilai performa, memantau kebijakan, dan menafsirkan strategi permainan.

Dalam perspektif Foucault, ini adalah bentuk governmentality baru: cara masyarakat memerintah balik institusi melalui pengawasan kolektif.

Jika dulu pemain diawasi pelatih, maka kini federasi pun diawasi oleh netizen yang tak pernah tidur dalam jumlah yang sangat banyak.

Kita kini ibarat hidup dalam panoptikon terbalik, ia tidak lagi hanya diawasi dan dikontrol dari satu menara tunggal di titik pusat.

Kini semua pentas di lapangan hijau dan suara-suara dari menara para pemegang otoritas seolah tidak luput dari tatapan tajam publik. Teknologi informasi dan digitalisasi kini menjadi alat pengawasan paling efektif terhadap kekuasaan formal.

Namun, yang menarik bukan hanya siapa yang berkuasa, melainkan bagaimana kekuasaan bekerja (Maring, 2010: Bagaimana kekuasaan bekerja di balik konflik dan perlawanan).

Media sosial menghadirkan arena baru tempat kekuasaan dan resistensi saling bertautan dan berkontestasi.

Halaman:


Terkini Lainnya
Balita di China Meninggal Tersedak Boba Saat Bermain Trampolin
Balita di China Meninggal Tersedak Boba Saat Bermain Trampolin
Tren
Puasa Ayyamul Bidh November 2025 Mulai Besok, Ini Jadwal Lengkap dengan Niat dan Keutamaannya
Puasa Ayyamul Bidh November 2025 Mulai Besok, Ini Jadwal Lengkap dengan Niat dan Keutamaannya
Tren
Daftar 25 Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2026, Ada 5 Long Weekend
Daftar 25 Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2026, Ada 5 Long Weekend
Tren
Anak Kembar Identik Tenyata Tak Punya IQ Sama, Ini Penjelasan Studi
Anak Kembar Identik Tenyata Tak Punya IQ Sama, Ini Penjelasan Studi
Tren
7 Fakta di Balik Vidi Aldiano Hiatus, Rehat Perdana sejak 2014 dan Siapkan Album Baru
7 Fakta di Balik Vidi Aldiano Hiatus, Rehat Perdana sejak 2014 dan Siapkan Album Baru
Tren
Dark Jokes Ternyata Cermin Kecerdasan dan Ketenangan Emosi, Ini Penjelasan Ilmuwan
Dark Jokes Ternyata Cermin Kecerdasan dan Ketenangan Emosi, Ini Penjelasan Ilmuwan
Tren
PB XIII Mangkat: Ini Rute Kirab, Aturan bagi Pelayat, dan Makna Pemakaman di Imogiri
PB XIII Mangkat: Ini Rute Kirab, Aturan bagi Pelayat, dan Makna Pemakaman di Imogiri
Tren
10 Negara Paling Menyatu dengan Alam, Ada Indonesia?
10 Negara Paling Menyatu dengan Alam, Ada Indonesia?
Tren
Ramai soal Peserta TKA Bisa Live TikTok Saat Ujian, Ini Penjelasan Kemendikdasmen
Ramai soal Peserta TKA Bisa Live TikTok Saat Ujian, Ini Penjelasan Kemendikdasmen
Tren
Beli Tiket Kereta Lokal tapi Tak Dapat Kursi, Bolehkah Duduk di 1A/B dan 24A/B?
Beli Tiket Kereta Lokal tapi Tak Dapat Kursi, Bolehkah Duduk di 1A/B dan 24A/B?
Tren
10 Karakter Seseorang yang Tersirat dari Caranya Memesan Kopi
10 Karakter Seseorang yang Tersirat dari Caranya Memesan Kopi
Tren
Kisah Bayi '7-Eleven' yang Lahir pada 7/11 Pukul 7.11 Malam, Berat 7 Pon 11 Ons, dan Dapat Dana Kuliah 7.111 Dollar AS
Kisah Bayi "7-Eleven" yang Lahir pada 7/11 Pukul 7.11 Malam, Berat 7 Pon 11 Ons, dan Dapat Dana Kuliah 7.111 Dollar AS
Tren
Setelah Cabut Gelar Pangeran, Raja Charles III Kini Berupaya Hapus Gelar Militer Andrew
Setelah Cabut Gelar Pangeran, Raja Charles III Kini Berupaya Hapus Gelar Militer Andrew
Tren
Ilmuwan Temukan Medan Magnet Bumi Pernah Kacau 500 Juta Tahun Lalu, Apa yang Terjadi?
Ilmuwan Temukan Medan Magnet Bumi Pernah Kacau 500 Juta Tahun Lalu, Apa yang Terjadi?
Tren
Ada Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Ini Alasan 5 Anggota DPR Nonaktif Dilaporkan ke MKD
Ada Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Ini Alasan 5 Anggota DPR Nonaktif Dilaporkan ke MKD
Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau