BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Jawa Barat, Ijang Faisal menyesalkan terulangnya kekacauan pelayanan dalam puncak ibadah haji tahun ini, terutama dalam proses pemindahan jamaah dari Muzdalifah ke Mina.
Banyak jamaah asal Indonesia dilaporkan terlantar tanpa kejelasan transportasi dan terpaksa berjalan kaki sejauh beberapa kilometer dalam kondisi fisik yang lemah.
“Kami sangat prihatin dengan kondisi jamaah haji kita. Ini bukan sekadar persoalan teknis, tapi menyangkut keselamatan jiwa,” ujar Ijang dalam rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (8/6/2025).
“Fakta bahwa ribuan jamaah harus berjalan kaki dari Muzdalifah ke Mina karena tidak ada kendaraan yang menjemput adalah bentuk kegagalan manajemen lapangan yang tidak bisa ditoleransi,” tutur dia.
Baca juga: Dua Jemaah Haji Madura Meninggal di Makkah, Satu Wafat saat Antre ke Muzdalifah
Situasi di Muzdalifah yang semrawut membuat sebagian pagar pembatas jebol karena desakan massa.
Laporan dari berbagai daerah, termasuk Bogor dan Kudus, memperlihatkan jamaah lansia dan perempuan terpaksa menempuh perjalanan panjang tanpa istirahat.
Padahal mereka nantinya akan melaksanakan prosesi lempar jumrah yang mengharuskan berjalan lagi sejauh delapan kilometer pulang-pergi.
Ijang menilai, perubahan sistem layanan dari maktab ke syarikah menjadi akar persoalan yang belum disiapkan secara matang.
Baca juga: Antre 3 Jam di Muzdalifah, Jemaah Haji Cirebon Putuskan Jalan Kaki Menuju Mina
Delapan syarikah yang ditunjuk untuk menangani jamaah tahun ini dianggap belum menjalankan fungsi secara optimal.
Ia mengungkapkan keprihatinan bahwa pelaksanaan sistem baru tersebut dilakukan tanpa simulasi terlebih dahulu bersama negara pengirim jamaah, termasuk Indonesia yang setiap tahun mengirimkan jamaah dalam jumlah terbesar.
“Transformasi sistem itu sah-sah saja demi efisiensi dan peningkatan layanan, tetapi jangan uji coba langsung ke jamaah. Apalagi ini menyangkut umat Islam dari berbagai penjuru dunia yang datang untuk menunaikan ibadah paling sakral dalam hidup mereka,” tegasnya.
Menurutnya, pelayanan tahun lalu yang masih menggunakan sistem maktab relatif lebih terorganisasi. Jamaah dijemput dari Muzdalifah sebelum subuh dan diberi ruang untuk beristirahat di tenda sebelum melanjutkan lempar jumrah.
Tahun ini, banyak jamaah bahkan tidak dapat langsung masuk ke tenda Mina karena persoalan administrasi atau keterlambatan teknis syarikah.
Untuk itu, IPHI Jabar mendesak Pemerintah Indonesia, termasuk Presiden Prabowo Subianto, melakukan pendekatan langsung kepada otoritas Kerajaan Arab Saudi.
Ia berharap agar sistem layanan haji Indonesia bisa mendapatkan perlakuan khusus mengingat kompleksitas dan jumlah jamaah yang besar setiap tahunnya.