BANDUNG, KOMPAS.com - Sejumlah pekerja di sektor pariwisata Jawa Barat mengeluhkan dampak dari Surat Edaran Gubernur Jabar yang melarang kegiatan study tour yang biasa diselenggarakan oleh sekolah.
Kebijakan tersebut mulai diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada Mei 2025, dan telah menyebabkan kesulitan bagi para pekerja untuk mencari nafkah akibat sepinya orderan.
Poin ketiga dari Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 45/PK.03.03/KESRA yang melarang sekolah mengadakan kegiatan piknik dalam bentuk study tour dinilai telah membebani orangtua dan menjadi pemicu lesunya sektor pariwisata.
Raden Mochtar (49), seorang pemandu wisata asal Kabupaten Cirebon, mengaku kehilangan pendapatan bulanan akibat sepinya orderan setelah aturan tersebut diterapkan.
Baca juga: Macet 3 Km Buntut Pelaku Wisata Blokade Flyover Pasupati Demo Larangan Study Tour Dedi Mulyadi
"Sekarang saya tidak memiliki pendapatan karena sepi job orderan wisata," ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com di sela-sela aksi demonstrasi di halaman depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Senin (21/7/2025) sore.
Raden menambahkan bahwa setelah hampir 15 tahun bekerja di sektor pariwisata, baru kali ini ekonomi keluarganya sangat terpukul.
Sebagai seorang tour leader, Raden tidak mendapatkan gaji bulanan dan hanya mengandalkan uang bagi hasil dari perusahaan biro jasa dalam setiap kegiatan yang dipandunya.
Sebagai tulang punggung keluarga, ia terpaksa mencari pekerjaan lain di luar bidang keahliannya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, meskipun hasilnya tidak sebanding dengan pekerjaan utamanya.
"Sana sini serabutan, yang penting untuk makan sehari-hari ada. Istri memang bekerja, tapi seminggu hanya tiga kali bekerja, itu dia separuh waktu bekerjanya," ungkap Raden.
Di sisi lain, Mamat Tango (50), pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kawasan Cibaduyut, Kota Bandung, juga mengeluhkan anjloknya penjualan akibat sepinya wisatawan setelah adanya kebijakan larangan study tour.
Ia mencatat bahwa banyak toko penjual sepatu dan cinderamata khas Bandung mulai berguguran, sehingga puluhan hingga ratusan pegawai kehilangan pekerjaan.
Baca juga: Demo Larangan Study Tour, Puluhan Bus Blokade Jalan Layang Pasupati Bandung
"Yang terjadi di UMKM sangat tinggi efek dominonya. Di Cibaduyut saja banyak yang kolaps dengan tidak adanya study tour ini. Karyawan cukup banyak sekarang yang dirumahkan bahkan di-PHK karena sepi pembeli," jelas Mamat.
Herdi Sudarja, koordinator Aksi Solidaritas para pekerja pariwisata Jawa Barat (P3JB) dan pengelola bus pariwisata, menilai dampak kebijakan tersebut lebih parah dibandingkan saat pandemi Covid-19.
Permintaan penyewaan bus pariwisata semakin menipis, membuat para pelaku usaha di sektor pariwisata kian merugi.
"Karena tidak ada order, bagaimana pengusaha bisa bertahan. Bahkan saya katakan ini lebih daripada resesi saat kita Covid-19. Beban perusahaan dan para pengusaha juga banyak dihentikan," katanya.
Herdi mendesak Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk memberikan kelonggaran, bahkan mencabut kebijakan pelarangan study tour.
Ia menegaskan bahwa ribuan orang bergantung hidup dari sektor pariwisata, termasuk sopir dan helper di perusahaan otobus yang hanya mendapatkan upah jika ada order.
"Jika tidak ada order, mereka tidak mendapatkan penghasilan, tidak mendapatkan pemasukan," pungkas Herdi.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini