KOMPAS.com - Tidur malam yang baik bukan hanya soal durasi, tetapi juga soal kualitas, yakni jenis tidur yang membuat kita merasa segar dan siap menjalani hari keesokan paginya. Fungsi ini bisa tercapai jika kita mendapatkan siklus tidur REM dengan cukup.
Tidur REM (Rapid Eye Movement) memainkan peran krusial dalam menjaga kesehatan fisik dan mental. Pada fase ini, otak menjadi sangat aktif, mirip dengan saat kita terjaga, dan proses penting seperti pemrosesan emosi, konsolidasi memori, hingga perbaikan fungsi saraf dan otak, berlangsung secara intensif.
Penelitian menunjukkan bahwa gangguan tidur, seperti insomnia atau sleep apnea, dapat meningkatkan risiko seseorang terkena demensia yaitu penurunan daya berpikir otak. Bahkan, kurang tidur bisa membahayakan otak dalam berbagai cara.
Sebuah studi menemukan bahwa orang berusia 30 hingga 40-an yang sering terbangun di malam hari dua hingga tiga kali, lebih berisiko mengalami penurunan fungsi kognitif, termasuk daya ingat kerja dan kecepatan berpikir, sekitar 10 tahun kemudian.
Baca juga: 14 Penyebab Mengantuk Tapi Tak Bisa Tidur, Ini Cara Mengatasinya
Para ilmuwan menekankan pentingnya dua fase tidur: tidur nyenyak (deep sleep) dan tidur dengan gerakan mata cepat (REM), karena keduanya berperan penting dalam menjaga kesehatan otak dan menurunkan risiko demensia.
Dalam sebuah studi terbaru, pemindaian MRI menunjukkan bahwa orang-orang yang kekurangan tidur nyenyak dan REM selama bertahun-tahun mengalami atrofi otak atau penyusutan volume otak yang mirip dengan yang terjadi pada tahap awal penyakit Alzheimer, dalam kurun waktu 13 hingga 17 tahun kemudian.
Empat tahapan tidur
Selama tidur, otak melalui empat tahap yang berulang setiap sekitar 90 menit: tidur ringan tahap 1 dan 2 saat tubuh mulai rileks, detak jantung dan suhu tubuh menurun.
Tidur nyenyak (gelombang lambat), aktivitas otak melambat drastis, memberi waktu bagi tubuh dan otak untuk melakukan pemulihan. Terakhir adalah fase tidur REM, fase di mana kita bermimpi dan otak memproses emosi serta informasi baru.
Baca juga: 3 Tanda Otak Kita Masih Segar Meski Usia Bertambah
Menurut Matthew Pase, profesor madya dari School of Psychological Sciences, Monash University, tidur nyenyak dan REM membantu otak "menyembuhkan" diri dari stres serta memperkuat ingatan.
"Pada tidur nyenyak, otak juga melakukan fungsi penting: mengatur metabolisme, menyeimbangkan hormon, dan membuang limbah melalui sistem pembersih alami otak yang disebut sistem glimfatik," katanya.
REM, di sisi lain, membantu otak mengolah emosi dan menyusun ulang informasi yang diterima sepanjang hari.
Tidur nyenyak memainkan peran penting dalam membuang protein amiloid, yang dikenal sebagai penanda khas penyakit Alzheimer.
Menurut Dr. Maiken Nedergaard, profesor neurologi di University of Rochester Medical Center, gangguan tidur nyenyak yang berlangsung dalam jangka panjang dapat menyebabkan kegagalan sistem glimfatik, sehingga proses pembersihan tidak berjalan optimal dan mempercepat risiko demensia.
Idealnya, tidur malam selama sekitar tujuh jam memungkinkan otak untuk menyelesaikan antara empat hingga tujuh siklus tidur penuh.
Memberi waktu cukup untuk tidur memungkinkan otak mencapai fase tidur yang lebih dalam, baik REM maupun tidur nyenyak, sesuai dengan kebutuhan tubuh.
“Biarkan otak bekerja sesuai kebutuhannya. Jika diberi cukup waktu, otak akan tahu harus memprioritaskan tidur nyenyak atau REM sesuai dengan kondisi tubuh,” kata Pase.
Baca juga: Terungkap Faktor yang Tingkatkan Risiko Demensia Usia Muda
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.