Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Data dengan World Bank soal Kemiskinan, Celios Sebut karena Metode BPS "Kudet"

Kompas.com - 28/05/2025, 18:41 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti perbedaan data angka kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan World Bank.

Data World Bank 2024 menyatakan 60,3 persen atau 172 juta jiwa di Indonesia masuk kategori miskin, sedangkan BPS mencatat hanya 8,5 persen atau 24 juta penduduk Indonesia berkategori miskin.

Celios menyebut, perbedaan data dikarenakan BPS menggunakan metodologi sama di hampir lima dekade terakhir.

Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menjelaskan bahwa pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh BPS merujuk pada dua pilar lama yakni garis kemiskinan berbasis kecukupan kalori dan indikator kesejahteraan berbasis pengeluaran.

"Ini pendekatan yang sah di era 70-an, tetapi tidak mampu menangkap kompleksitas kemiskinan di era modern. Pendekatan ini gagal merepresentasikan tantangan kontemporer seperti beban utang, ketimpangan akses layanan publik, hingga tekanan finansial rumah tangga kelas menengah," ujar Media dalam diskusi daring, Rabu (28/5/2025).

Baca juga: Siklon Tropis Tingkatkan Angka Kematian Bayi di Negara Miskin

Menurut dia, warga yang terlilit utang pinjaman online ataupun terpaksa menjual harta benda demi menghidupi keluarga sering kali tidak tercatat sebagai orang miskin. Pengeluran tinggi golongan tersebut justru dianggap sebagai tanda kesejahteraan.

Media mengatakan, permasalahan pendataan makin kompleks ketika skema penduduk referensi dalam perhitungan garis kemiskinan berasal dari kelompok rentan yang mengalami penurunan daya beli.

“Hal ini menyebabkan garis kemiskinan tidak naik signifikan, sehingga statistik kemiskinan seolah membaik padahal kesejahteraan memburuk," ucap dia.

Alhasil, kebijakan alokasi anggaran maupun skema bantuan sosial bisa tidak seusai dengan target. Inilah yang menyebabkan persentase anggaran perlindungan sosial terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menjadi salah satu yang terendah di Asia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menilai bahwa permasalahan terkait data yang akurat menyebabkan stimulus pemerintah kurang efektif. Bantuan Subsidi Upah yang berlaku Juni-Juli 2025, misalnya, menciptakan ketimpangan antara pekerja formal dan pekerja informal.

Baca juga: Negara Miskin Tuding Negara Kaya Mangkir dari Komitmen Iklim

“Data Bantuan Subsidi Upah itu dasarnya data BPJS Ketenagakerjaan, dan pada saat pandemi dulu banyak pekerja informal dikecualikan dari BSU. Sepertinya saat ini mengulang kesalahan yang sama di mana banyak pekerja informal, pekerja kontrak, ojol, dan pekerja outsourcing tidak mendapat BSU karena persoalan pendataan," jelas Bhima.

Oleh karenanya, Celios mengusulkan beberapa langkah agar pemerintah melakukan redefinisi cara mengukur kemiskinan. Bhima menerangkan, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan berbasis disposable income atau pendapatan yang dapat dibelanjakan setelah kebutuhan pokok dan kewajiban dasar dipenuhi.

Pendekatan itu mencerminkan kondisi kesejahteraan rumah tangga secara lebih realistis dan adil, serta dapat mengakomodasi faktor geografis, beban generasi sandwich, hingga kebutuhan dasar non makanan.

Sebagai contoh, Uni Eropa telah menerapkan pendekatan hidup yang layak sebagai parameter kemiskinan. Indikatornya tidak hanya berbasis pendapatan, tetapi juga mencakup literasi, kesehatan, pengangguran, hingga tingkat kebahagiaan.

"Kedua, menyepakati bahwa data kemiskinan adalah alat evaluasi kebijakan, bukan alat politik. Data kemiskinan seharusnya digunakan untuk menilai efektivitas sistem pajak dan bantuan sosial dalam mengurangi kemiskinan," tutur Bhima.

Baca juga: Pemerintah Targetkan Kemiskinan Ekstrem di Indonesia Nol Persen pada 2026

"Dengan membandingkan tingkat kemiskinan sebelum dan sesudah intervensi fiskal, pemerintah dapat mengukur secara akurat efektivitas kebijakan redistribusi," imbuh dia.

Pihaknya berpandangan, apabila program Makan Bergizi Gratis, PKH, atau subsidi pupuk tidak menurunkan kemiskinan secara signifikan maka program tersebut perlu dievaluasi atau bahkan dihentikan.

Selain itu, perlu adanya Peraturan Presiden (Perpres) tentang pendekatan baru dalam pengukuran kemiskinan. Perpres baru akan menjadi dasar koordinatif lintas lembaga dalam menyusun indikator baru, memperkuat integrasi data, serta menyelaraskan seluruh program pengentasan kemiskinan secara nasional.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
LSM/Figur
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
LSM/Figur
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
Pemerintah
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
LSM/Figur
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
Pemerintah
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Swasta
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
LSM/Figur
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Pemerintah
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Swasta
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
LSM/Figur
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
LSM/Figur
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Swasta
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Swasta
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Pemerintah
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau