ASEAN’s Smart Cities Framework juga menyerukan pembangunan infrastruktur digital yang lebih berkelanjutan. Dokumen ini mendorong negara-negara anggota untuk mengatasi sekat-sekat birokrasi dengan mengadopsi model tata kelola lintas sektor.
Sementara itu, ASEAN Environmental Rights Framework baru-baru ini membuka peluang untuk memasukkan prinsip keadilan lingkungan dalam pembangunan infrastruktur, termasuk pusat data.
Kebijakan lintas negara ini tentu hanya bisa berjalan jika seluruh negara anggota memiliki komitmen serius untuk benar-benar menjalankannya. Jika tidak, inisiatif-inisiatif tersebut hanya akan menjadi sekadar wacana.
Singapura sudah menerapkan prinsip keberlanjutan lewat Code for Environmental Sustainability of Buildings. Sementara Abu Dhabi menggunakan sistem penilaian Estidama Pearl Rating System, untuk memastikan efisiensi energi dan air di semua proyek pembangunan skala besar.
Contoh-contoh ini bisa ditiru sekaligus menunjukkan bahwa pusat data bisa tumbuh secara berkelanjutan jika didukung oleh peraturan yang jelas, penegakan hukum yang tegas, dan koordinasi antarpemerintah yang kuat.
Langkah strategis untuk ASEAN
Lalu, apa yang bisa dilakukan ASEAN?
Pertama, menyelaraskan hukum penggunaan lahan, perencanaan, lingkungan, dan pembangunan di seluruh kawasan agar dapat mendorong interoperabilitas dan menarik investasi lintas negara. Ini akan menjadi langkah besar dalam mewujudkan visi ASEAN Digital Masterplan 2025 dan blueprint Komunitas Ekonomi ASEAN 2025.
Kedua, negara seperti Malaysia dan Indonesia perlu memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat, negara bagian, dan otoritas perencanaan lokal agar proses persetujuan pembangunan lebih efisien dan tidak mempersulit investor.
Ketiga, ASEAN bisa menetapkan standar regional untuk keberlanjutan operasional pusat data, dan mengintegrasikannya dalam kerangka hak lingkungan serta diselaraskan dengan standar ESG internasional.
Pusat data kini menjadi jantung ekonomi digital ASEAN. Namun jantung ini tak bisa ditopang oleh kerangka hukum yang sudah usang. Jika ASEAN benar-benar serius ingin membangun masa depan digital yang berkelanjutan, ia harus memodernisasi arsitektur hukumnya—seimbang antara pertumbuhan ekonomi, tuntutan lingkungan, dan kepentingan publik.
Pelajaran dari Malaysia bisa menjadi peringatan sekaligus peluang. Jika direspons dengan tepat, ASEAN bisa menjadi panutan global dalam pembangunan infrastruktur digital yang bertanggung jawab dan tahan banting. Namun jika diabaikan, biaya tersembunyi yang harus ditanggung oleh rakyat, investor, dan lingkungan bisa sangat besar.
Baca juga: Bagaimana Platform Digital Bantu Perusahaan Pangkas Emisi Scope 3?
*School of Law, Universiti Utara Malaysia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya