JAKARTA, KOMPAS.com - Bali Waste Cycle (BWC), perusahaan pengolahan sampah asal Bali menyulap plastik multilayer seperti kemasan makanan ringan menjadi produk papan hingga kaki palsu. Director BWC, Olivia Anastasia Padang, menjelaskan bahwa ada sekitar 50 orang yang bekerja di BWC untuk mengolah limbah tersebut.
Setelah melewati proses pemilahan hingga pencacahan, mereka membuat papan yang bisa dijadikan untuk lemari, meja, maupun souvenir.
"Bahkan kami bisa buat kaki palsu dari sampah plastik. Kami butuh 22 kilogram (sampah plastik), kalau kaki palsu tergantung (untuk) betisnya atau kaki (bawah)," ujar Olivia ditemui usai konferensi pers yang digelar PepsiCo Indonesia di Jakarata Selatan, Selasa (26/8/2025).
Baca juga: Gagal Sepakat, Pembicaraan Perjanjian Plastik Dunia Berakhir Tanpa Solusi
Selain itu, BWC bekerja sama dengan offtaker atau pengumpul hasil produksi di Jawa Timur yang mengubah sampah multilayer menjadi palet. Olivia menyebutkan, palet diproduksi untuk dijadikan peralatan rumah tangga. BWC juga mengolah plastik multilayer yang terkontaminasi akibat proses pemilahan mekanik.
"Kalau di Bali, ada unit bisnis Bali Waste Cycle yang merubah sampah-sampah tersebut menjadi solid recovered fuel," tutur dia.
Dalam satu bulan, pihaknya bisa mengolah 40-50 ton sampah plastik dari yang sebelumya hanya 2 ton per bulannya. Sampah dikumpulkan dengan melibatkan masyarakat sekitar. BWC turut menggandeng berbagai pihak terkait untuk meningkatkan peralatan pengolahan plastik.
Olivia menyebut, bisnis pengelolaan sampah dimulai sejak 2023 di tengah melandanya pandemi Covid-19. Kala itu, dia mendapatkan tawaran dari Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) untuk mengolah plastik multi layer.
"Waktu itu awalnya saya pesimis banget, sebab pengumpulannya itu sangat costly. Kedua, pengolahannya juga sangat susah. Ketiga, offtaker-nya itu saya enggak tahu siapa," jelas Olivia.
Baca juga: KLH/BPLH Genjot Target Indonesia Bersih 2029 lewat Pengendalian Sampah 100 Persen
"Tetapi dari situ kami belajar apa yang bisa kami lakukan nih untuk melakasi sampah MLP ini. Sehingga dengan insentifikasi IPRO yang pertama itu, kami memperbaiki struktur rantai pasok, memperluas kapasitas pengumpulan dan bekerja sama dengan lebih banyak sektor dan agregator," imbuh dia.
Seiring berjalannya waktu, BWC mjlai beradaptasi dan mengumpulkan lebih banyak bekas kemasan plastik untuk dijadikan produk daur ulang. Olivia mengatakan, pihaknya pun mempekerjakan beberapa penyandang disabilitas.
Tak berhenti sampai disitu, BWC memenangkan program Greenhouse Accelerator (GHAC) APAC 2025 yang diselenggarakan PepsiCo, dan menerima pendanaan sebesar 20.000 dollar AS. Lainnya, mendapatkan pendampingan dalam peningkatan kapasitas agar terus memperkuat kesiapan BWC membangun sistem yang lebih berkelanjutan.
"Kami menciptakan suatu sistem yang mengembalikan nilai ekonomi kepada sampah yang bernilai rendah. Termasuk MLP melalui pembuatan produk yang sangat sederhana, sehingga kami berharap bahwa kami bukan hanya menjadi penerimaan manfaat dan brand owner tetapi juga bisa skill up yang jadi mitra yang siap tumbuh dan berbagi knowledge kami," tutur Olivia.
Baca juga: Plastik Sumbang 15 Persen Emisi Global, dan Konsumsinya Diprediksi Melonjak
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya