KOMPAS.com - Wakil Presiden Pengembangan Bisnis PT PLN (Persero), Ricky Cahya Andrian, menggarisbawahi pentingnya dukungan subsidi pemerintah untuk pengembangan hidrogen hijau.
Menurutnya, model insentif Jepang dapat menjadi referensi bagi Indonesia untuk mempercepat pengembangan hidrogen hijau. Jepang mengadakan lelang untuk pengadaan hidrogen hijau dengan durasi 15 tahun, menyesuaikan kebutuhan dalam negeri.
Pemenang lelang akan ditentukan berdasarkan price gap paling kecil. Pemenang lelang juga memiliki kewajiban membangun pabrik elektroliser di Indonesia untuk memproduksi hidrogen hijau dalam skala nasional.
Berdasarkan perhitungan, untuk mencapai target produksi hidrogen hijau sebesar 20 juta ton pada tahun 2060, Indonesia membutuhkan kapasitas elektroliser sebesar 138 GW.
"Saya pernah nanya, kenapa sih 15 tahun? Kata orang Jepangnya, diharapkan tahun ke-16 itu harga hidrogen ekonomis ya, karena semakin canggih teknologinya, RE-nya semakin murah, dan sebagainya," ujar Ricky dalam webinar, Jumat (12/9/2025).
Hingga saat ini, tidak ada satu pun negara yang mampu memproduksi hidrogen hijau di bawah harga yang dapat diterima oleh pasar. Harga menjadi kendala utama bagi PLN dalam mengembangkan ekosistem hidrogen hijau sebagai bagian dari upaya dekarbonisasi dan mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE).
Biaya produksi melambungkan harga hidrogen hijau saat ini hingga dua kali lipat lebih mahal dibandingkan hidrogen dari batubara.
"(Hidrogen hijau) enggak feasible. Ya, karena kami ngitung itu di angka 6 sampai 7 ya. Sedangkan market itu di angka 3 sampai 4. Mau diapain ini gap-nya," ucapnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya