KOMPAS.com - Indonesia belum mampu memanfaatkan urbanisasi sebagai mesin kesejahteraan. Padahal, sejak 2010 mayoritas penduduk tinggal di kota, dan pada 2045 proporsinya diproyeksikan melonjak menjadi 72,9 persen.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudi menilai, kontribusi kota terhadap ekonomi masih rendah.
“Setiap 1 persen pertumbuhan perkotaan hanya meningkatkan PDB per kapita sebesar 1,4 persen,” ujarnya dalam peluncuran Dokumen Kebijakan Perkotaan Nasional (KPN) 2025, Senin (25/9/2025).
Pada saat yang sama, kota-kota di Indonesia menghadapi Triple Planetary Crisis, meliputi krisis iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
"Bayangkan 10 juta jiwa kita terancam kenaikan muka laut. Secara global, kita juga menghasilkan sampah yang biasa besar dan ini mengancam 1 juta spesies yang akan terancam punah juga.
Menurut Rachmat, minimnya kontribusi kota dan beragam ancaman yang dihadapinya adalah alasan pembangunan kota perlu lebih berkelanjutan.
Menurut Rachmat, pembangunan kota pasca kemerdekaan yang benar-benar terencana baru terjadi di Jakarta pada era Gubernur Ali Sadikin (1966–1977).
Baca juga: Tambang Nikel Rusak Raja Ampat, Greenpeace Desak Tata Kelola Mineral Berkelanjutan
Ali menerapkan model pembangunan berorientasi manusia, mulai memperbaiki kampung dan gang, membangun pasar induk pertama di Kramat Jati, memperluas sungaibanjir, hingga menyiapkan ruang publik seperti gelanggang remaja dan pemakaman Tanah Kusir.
"Pak Ali Sadikin membangun mulai dari masyarakat itu (dari) lahir, berkembang, remaja, dewasa, sampai meninggal," ungkap Rachmat.
Dia menilai, model pembangunan perkotaan yang dilakukan Ali Sadikin merupakan yang terbaik yang pernah Indonesia miliki.
Rachmat meminta Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), membangun perkotaan yang berkelanjutan.
Meski dimulai dari Jawa, kata dia, hal tersebut dapat menjadi semacam landmark bagi pembangunan perkotaan Indonesia ke depan.
"Bagaimana supaya strategi kebijakan perkotaan nasional menuju tahun 2045, menuju perkotaan berkelanjutan, benar-benar menjadi model kita sendiri. Karena tidak ada model yang bisa membuat seperti yang kita buat," ucapnya.
Ia mengungkapkan, Kementerian PPN/Bappenas telah menyusun KPN sejak 2011. Namun, saat itu Indonesia belum mempunyai kementerian khusus untuk mengurus perkotaan seperti Kementerian Koordinator Bidang Infrastktur dan Pembangunan Kewilayahan.
"Kami hanya menyiapkan perencanaannya. Bapak (AHY) pimpinlah pembangunan infrastruktur ke depan. Infrastruktur fisik, sosial, ekonomi, dan digital ada di tangan Bapak. Sekarang waktunya Bapak (AHY) menorehkan sejarah baru setelah Bapak Ali Sadikin," ujar Rachmat.
Baca juga: Studi: Petani Sawit Mandiri Indonesia Tersisih dari Pasar Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya