Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak semua anak menjadi fatherless karena kehilangan figur ayah. Ada yang justru memilih menjadi fatherless, meski ayah mereka masih hadir secara fisik di rumah. Mengapa demikian?
“Dia berusaha keluar dari situasi yang mana mungkin sosok ayah ini tidak pernah sebagaimana ayah, dia tidak menjalankan peran-peran yang umumnya dilakukan oleh para ayah secara positif,” jelas psikolog klinis Widya S. Sari, M.Psi. di Jakarta Selatan, Kamis (23/10/2025).
Baca juga:
Sebagai informasi, fenomena fatherless adalah ketika anak tumbuh tanpa kehadiran ayah baik secara fisik maupun emosional karena beragam faktor, dari sibuk bekerja sampai bercerai.
Beberapa anak justru ingin menjadi fatherless meski punya ayah yang hadir secara fisik. Psikolog ungkap alasan dan dampaknya bagi tumbuh kembang anak.Anak memilih fatherless bisa jadi karena peran ayah yang seharusnya menjadi sosok pelindung, pengarah, dan pemberi rasa aman, tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Misalnya, anak ingin menjadi fatherless karena ingin melepaskan diri dari sosok ayah yang mungkin abusif secara verbal.
Ayah yang tidak hadir secara emosional, ditambah ia punya sifat abusif secara verbal atau tidak peduli terhadap tumbuh kembang anak, bisa memunculkan keinginan pada diri anak untuk menjaga jarak.
Bahkan, terdapat pula kemungkinan anak tidak ingin punya sosok ayah.
Baca juga:
Beberapa anak justru ingin menjadi fatherless meski punya ayah yang hadir secara fisik. Psikolog ungkap alasan dan dampaknya bagi tumbuh kembang anak.Menurut Widya, orang dewasa di sekitar anak yang ingin menjadi fatherless harus bisa mengarahkan agar anak tersebut membangun batasan.
“Kita bisa mengarahkan untuk dia membangun batasan yang sehat supaya bisa tumbuh tanpa harus dipengaruhi terus-terusan dari kehadiran sosok ayah yang tidak ‘ideal’ ini,” ujar Widya.
Batasan sehat bisa dibangun dengan berbagai langkah, tapi penting bagi anak untuk punya cara menyalurkan emosi mereka ketika berhadapan dengan ayah, misalnya lewat journaling, bermain musik, atau berolahraga.
Fenomena fatherless sebaiknya menjadi pengingat bagi para ayah bahwa kehadiran emosional sama berharga, atau kadang bahkan lebih berharga daripada kehadiran fisik semata.
Anak membutuhkan sosok ayah yang mau mendengar, memahami, dan mendampingi, bukan sekadar yang ada di rumah tanpa benar-benar hadir.
Baca juga: