JAKARTA, KOMPAS.com - Negara-negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam memiliki populasi Muslim yang besar, sehingga membuka peluang strategis untuk memperluas inklusi keuangan melalui solusi asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah.
Di antara negara-negara tersebut, Indonesia menempati posisi yang paling unggul, di mana populasi Indonesia sebanyak 83 persen adalah Muslim, dan memainkan peran penting sebagai penggerak utama industri keuangan syariah di kawasan ASEAN.
Indonesia memiliki potensi besar dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi syariah, termasuk di sektor asuransi jiwa syariah. Namun demikian, saat ini masih terdapat gap antara literasi dan inklusi keuangan syariah di Tanah Air.
Baca juga: Prudential Syariah Bidik Anak Muda untuk Penetrasi Asuransi Jiwa
Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK, pada tahun 2025, tingkat literasi
keuangan syariah di Indonesia telah mencapai 43,42 persen, sementara inklusi keuangan syariah baru mencapai 13,41 persen.
Sementara itu, tingkat literasi asuransi nasional mencapai 45,45 persen dan tingkat inklusi asuransi 28,50 persen.
Adanya gap di antara literasi dan inklusi keuangan syariah maupun asuransi ini masih menyisakan pekerjaan rumah besar untuk akses layanan finansial berbasis syariah, termasuk asuransi.
Ditambah, jumlah masyarakat Indonesia yang
memiliki asuransi masih sedikit apabila dibandingkan dengan berbagai negara lain.
Baca juga: Pentingnya Kolaborasi Multisektor untuk Dorong Pertumbuhan Asuransi Syariah
Menurut data dari OJK, per September 2024, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia mencapai 2,8 persen. Angka ini masih relatif lebih kecil dibandingkan beberapa negara lainnya pada 2023, seperti Malaysia (4,8 persen), Jepang (7,1 persen), dan Singapura (11,4 persen).