Jika kita rujuk Stiglitz, maka ini bentuk nyata dari market failure yang disebabkan oleh ketidakpastian regulasi dan asimetri informasi antara pelaku usaha dan pemerintah.
Produsen tidak yakin apakah kebijakan akan konsisten, dan investor tidak tahu apakah fasilitas akan bertahan lama.
Baca juga: Penurunan Tingkat Pengangguran dan Lonjakan Sektor Informal
Industri pengolahan kita kehilangan keyakinan. Dan dalam ekonomi, kehilangan keyakinan jauh lebih berbahaya dari kehilangan modal.
Pertumbuhan industri tak bisa hanya disuruh tumbuh. Ia harus diberi tanah yang sehat, udara yang bersih, dan cahaya insentif yang konsisten.
Pabrik-pabrik kita tak kekurangan mesin, tapi kekurangan kejelasan arah. Kebijakan industri perlu lebih dari sekadar stimulus—ia butuh narasi.
Narasi bahwa Indonesia bukan hanya tempat produksi, tapi juga tempat inovasi. Bahwa buruh bukan hanya tangan yang bekerja, tapi juga pikiran yang mencipta. Bahwa pasar bukan hanya soal angka, tapi soal keberanian untuk bertaruh pada masa depan.
Industri pengolahan tidak akan bangkit dengan sendirinya. Ia perlu ekosistem: infrastruktur logistik yang efisien, energi murah dan stabil, kepastian hukum, dan kejelasan arah sektor unggulan.
Perlu juga reformasi pendidikan vokasional, agar manusia yang masuk pabrik bukan sekadar tenaga, tetapi keterampilan yang hidup.
Mungkin sudah waktunya kita berhenti berharap industri bangkit karena himbauan. Ia harus dibangunkan, diberi alasan untuk tumbuh, dan diberi panggung untuk bersuara. Karena tanpa industri yang kuat, ekonomi kita hanyalah pasar yang memutar barang asing.
Di ujung semua data ini, kita tak hanya melihat lambatnya pertumbuhan. Kita melihat pesan: bahwa pembangunan butuh lebih dari beton dan baja. Ia butuh keberanian untuk percaya, dan konsistensi untuk bertindak.
Solusi bukan sekadar tentang memberi subsidi atau memangkas pajak, melainkan merajut kembali kepercayaan antara negara dan pelaku usaha.
Pemerintah perlu mempercepat implementasi insentif fiskal yang bersifat targeted—bukan luas merata seperti hujan di musim kemarau.
Baca juga: Kufur Nikmat dan Derita Pencari Kerja
Tax allowance dan super deduction harus diarahkan secara spesifik pada subsektor industri pengolahan yang memiliki potensi ekspor tinggi dan efek ganda besar terhadap penyerapan tenaga kerja.
Regulasi perizinan dan kepabeanan juga mesti dipangkas, bukan hanya dalam bentuk aplikasi digital, tapi dalam logika dan prosesnya—agar tak menjadi ritual tanpa fungsi. Karena industri bukan butuh basa-basi deregulasi, tapi kejelasan dan kepastian bertindak.
Selain itu, perlu kebijakan industrialisasi yang berbasis permintaan domestik. Pemerintah harus menjadi pembeli pertama (first mover) dalam mendorong kapasitas manufaktur nasional—mulai dari pengadaan alat kesehatan dalam negeri, bahan baku pupuk, hingga komponen kendaraan listrik.