KOMPAS.com - Gencarnya pemerintah yang terus menumpuk beras di gudang-gudang Bulog memunculkan masalah baru, yakni potensi ratusan ribu ton beras turun mutu, bahkan rusak sehingga tak bisa lagi dikonsumsi.
Untuk diketahui, pemerintah terus meningkatkan stok beras di Bulog yang digunakan sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Totalnya mencapai 3,7 juta ton atau tertinggi sepanjang sejarah.
Kendati demikian, menurut pakar pertanian sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santoso, cadangan CBP yang terlalu tinggi memunculkan risiko kerugian negara akibat banyaknya beras turun mutu.
Beras-beras CBP ini mengalami turun mutu karena terlalu lama disimpan di gudang. Kerugian dari penurunan mutu beras ini diperkirakan mencapai Rp 1,2 triliun.
"Itu berasnya sudah pada nggak karuan loh. Perhitungan saya disposal tahun ini bisa lebih dari 100 ribu ton," kata Dwi Andreas, dalam acara Diskusi Publik Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional di Ombudsman RI, Jakarta, yang disiarkan Live akun YouTube Ombudsman, Selasa (26/8/2025).
Baca juga: Stok Beras Bulog 3,9 Juta Ton Hingga Agustus, SPHP Baru Tersalur 5,35 Persen
"Jadi hati-hati nih pemerintah. Kalau 100 ribu ton saja, negara dirugikan Rp 1,2 triliun. Harus diingat itu," tambahnya.
Dwi mengungkapkan, beras-baras yang turun mutu ini mayoritas berasal dari sisa impor tahun 2024 namun tak kunjung dikeluarkan dari penyimpanan.
"Dan sisa impor tahun lalu itu kan beras masuk ke Indonesia di Februari 2024. Itu pun sudah lebih dari satu tahun kan," ungkap dosen yang mengajar ilmu tanah ini.
"Belum lagi ketika dia berada di negara yang sebelum diekspor ke Indonesia. Bisa-bisa jadi hampir dua tahun. Dua tahun itu sudah sangat tidak layak sebenarnya dikonsumsi," kata dia lagi.
Kerugian negara sebesar Rp 1,2 triliun, sambung Dwi, adalah kerugian dari beras yang tak bisa dikonsumsi lagi. Kerugian negara bisa ditekan, misalnya beras turu mutu dijual murah untuk digunakan untuk pakan hewan ternak.
Baca juga: Modus Ganti Baju Beras, Rekanan Bulog di Jambi Ditangkap Polisi
Meski begitu, untuk bisa dijadikan pakan ternak, beras juga harus memenuhi sejumlah standar ketat, seperti harus bebas dari kontaminasi.
"Tapi untuk pakan pun ada persyaratannya. Misalnya apakah beras tersebut belum terkontaminasi oleh misalnya alfatoksin atau apapun," beber Dwi.
Solusi lain guna mengurangi potensi kerugian negara, yakni beras Bulog yang sudah mengendap lama dialihkan untuk bahan baku etanol.
"Lalu alternatif lainnya beras tersebut digunakan untuk bahan baku etanol, misalnya. Jadi dalam arti disposal itu beras tersebut tidak bisa lagi digunakan sesuai dengan tujuan semula," ucap Dwi.
Baca juga: 474 Kopdes Merah Putih Tap In Jadi Mitra Bulog, Omzet Tembus Rp 4,7 Miliar
Menumpuknya beras rusak dan berkutu di gudang Bulog sebenarnya adalah masalah lama. Hal ini sempat jadi polemik saat rapat antara Menteri Pertanian dengan Komisi IV DPR RI.
Pasalnya, beras yang sudah berbulan-bulan tersimpan itu disebut tidak lagi layak konsumsi karena kehilangan kesegarannya dan bahkan ditemukan sudah berkutu.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, dalam rapat kerja bersama Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman di Kompleks DPR/MPR, Jakarta, pada Rabu (2/7/2025).
Titiek mengungkapkan, kondisi beras impor yang masih menumpuk di gudang Bulog membuatnya prihatin. Ia menyebut, sebagian beras yang didatangkan sejak 10 bulan lalu hingga kini belum tersalurkan ke pasar.
Baca juga: Harga Beras Naik, DPR Minta Bulog Segera Gelontorkan Stok
Menurutnya, jika beras impor tersebut terlalu lama dibiarkan di gudang dan tidak segera disalurkan melalui program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), maka komoditas pokok itu sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi masyarakat.
“Saya rasa tidak aman (dikonsumsi) ya Pak Menteri, karena kalau beras itu sudah terlalu lama disimpan di gudang, itu kami lihat sendiri sudah ada kutunya,” ujar Titiek.
“Walaupun kutu bukan kutu hitam, kutu putih, tapi tetap saja itu bukan beras yang fresh, kalah terlalu lama disimpan. Kalau import masuknya bulan 10, berarti sudah 10 bulan ada di gudang, dari 10 bulan, mungkin hampir setahun,” paparnya.
Titiek juga menyoroti langkah Bulog yang disebut telah melakukan penyemprotan untuk mengatasi hama gudang. Namun, ia menegaskan, metode tersebut tidak sepenuhnya efektif karena tidak semua kutu bisa diberantas hanya dengan obat semprot.
“Walaupun setiap kali kami tanya, selalu bilang sudah ada obatan penyemprotan. Itu kan disemprot di luarnya saja itu tumpukan yang sampai setinggi platform itu, yang tengah-tengah kan tidak dapat kesemprot,” bebernya.
Baca juga: Klaim Harga Beras Turun, Mentan Amran Gencarkan Distribusi SPHP Bulog
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini