
Meski demikian, Purbaya tetap menegaskan bahwa algoritma tidak bisa menggantikan hati nurani fiskal yang menjaga stabilitas keuangan negara.
Bagi Purbaya, tugasnya bukan sekadar memenuhi keinginan pasar dan ambisi, tetapi memastikan keuangan negara tetap sehat dan berdaulat.
Bagi masyarakat, pertarungan ini ibarat menonton dua film sekaligus. Luhut tampil sebagai aktor laga yang cepat, tegas, dan penuh inisiatif.
Sementara Purbaya hadir sebagai dokumenter ekonomi yang tenang, logis, dan fokus pada detail yang di waktu lalu seringkali terabaikan.
Keduanya saling melengkapi. Tanpa Luhut, kemajuan mungkin berjalan lambat dan datar. Tanpa Purbaya, negara bisa kehilangan kendali dan melaju tanpa rem atau kontrol yang kuat.
Namun, jika konflik ini terus dibiarkan tanpa ada titik temu, ada risiko besar yang mengintai. Kebijakan yang tidak konsisten akan menimbulkan kebingungan di kalangan investor, yang berujung pada ketidakpastian dan penurunan kepercayaan.
Insentif yang diberikan secara berlebihan tanpa kontrol ketat bisa memperlebar kebocoran anggaran dan membengkakkan defisit fiskal.
Akibatnya, pembangunan infrastruktur dan program sosial penting berpotensi terhambat, dan ketimpangan sosial akan semakin melebar.
Lebih jauh lagi, kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa terkikis, memicu ketegangan politik yang merugikan stabilitas nasional.
Konflik laten antara Luhut dan Purbaya bukan hanya soal proyek Family Office atau kebijakan pajak semata, tapi memberikan sinyalemen.
Baca juga: Keluhan Anak Muda dan Sistem yang Tak Adil
Juga refleksi dilema klasik negara berkembang yang harus menyeimbangkan ambisi pertumbuhan ekonomi dengan kewajiban menjaga fondasi fiskal yang kuat dan terus terjaga.
Keduanya sama-sama penting dan dibutuhkan. Jalan tengah harus ditemukan agar dorongan investasi tidak mengorbankan kestabilan fiskal, dan disiplin anggaran tidak menghambat atau bahkan mengebiri laju pembangunan.
Di tengah berbagai tantangan global dan dinamika domestik, perdebatan ini menjadi tanda bahwa sistem pemerintahan Indonesia masih hidup dan dinamis.
Masih ada ruang untuk berdiskusi, berdebat, dan mencari solusi atau merumuskan formula terbaik demi masa depan bangsa.
Kadang, pahlawan bukanlah yang paling keras berbicara di podium, melainkan yang paling tenang menjaga kas negara agar tidak terbakar oleh ambisi yang terlalu cepat menyala.
Di sanalah konflik senyap Luhut Vs Purbaya — yang kemungkinan akan terus berlanjut di episode berikutnya—menemukan maknanya. Menjadi cermin sebuah bangsa yang tengah berjuang menyeimbangkan antara mimpi besar dan realitas yang harus dihadapi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang