JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan lokal harus diterima, meskipun menimbulkan kerumitan.
"Putusan MK ini menurut saya harus diterima meskipun menimbulkan kerumitan hukum," kata Mahfud dalam acara talkshow Terus Terang di kanal Youtubenya @Mahfud MD Official, dikutip Kompas.com, Jumat (11/7/2025).
Mahfud mengatakan, kerumitan hukum yang dimaksud adalah adanya kekosongan jabatan di daerah yang dipilih berdasarkan konstitusi.
Baca juga: DPR Belum Selesai Kaji Putusan MK soal Pemisahan Pemilu
Kepala daerah bisa diatur penjabat dari tingkat gubernur, bupati, dan wali kota.
Namun, penjabat dengan waktu 2-2,5 tahun juga dinilai tidak patut karena setengah dari masa jabatan kepala daerah yang dipilih berdasarkan pemilu.
"Itu merampas demokrasi. Di MK itu dulu ada semboyan yang dikemukakan oleh Pak Marwarar. Jangan sampai sedetik pun hak asasi rakyat dan hak demokrasi rakyat itu terjadi. MK harus menyelamatkan. Nah ini malah 2,5 tahun, bukan sedetik. Tapi sah secara formal kalau memang itu," kata Mahfud.
Namun, berbeda dengan persoalan DPRD yang tidak bisa digantikan oleh penjabat daerah, karena anggota DPRD harus merupakan hasil dari pemilihan.
Hal ini bisa menjadi problem hukum.
Baca juga: Isu Masa Jabatan DPRD Diperpanjang, MK: Kita Sudah Punya Presedennya
"Tapi tentu saja MK bisa buang badan. Karena di dalam putusan MK, butir 3.16 itu disebutkan masa transisi yang seperti itu yang kita persoalkan 2,5 tahun itu, itu diserahkan ke pembentuk undang-undang, ke Presiden dan DPRD untuk mengatur," ucapnya.
Sebelumnya, putusan MK terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah itu tertuang dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Keputusan tersebut menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal harus dilakukan secara terpisah mulai tahun 2029.
Baca juga: MK: Pemilu yang Paling Konstitusional adalah yang Terpisah Nasional-Lokal
Putusan yang dibacakan MK pada Kamis (26/6/2025) tersebut menyatakan bahwa keserentakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum nasional yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden, dengan pemilu lokal yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
MK juga menyatakan bahwa pemilu lokal dilaksanakan dalam rentang waktu antara dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden-Wakil Presiden dan DPR-DPD.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini