JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Mahfud MD menyebut, Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong tidak bisa dipidana dalam kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016.
Diketahui, Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair enam bulan kurungan.
Tom Lembong dinyatakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, terbukti bersalah terkait kebijakan importasi gula kristal mentah.
Akibatnya, menurut hakim, negara mengalami kerugian sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.
Baca juga: Tom Lembong Akan Banding Vonis 4,5 Tahun Penjara, Jaksa Masih Pikir-pikir
Mahfud MD menyebut, seseorang dapat dijerat sebagai tersangka kasus korupsi apabila memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
Oleh karenanya, menurut Mahfud, Tom Lembong masih bisa ditersangkakan jika memperkaya orang lain atu korporasi.
"Jadi, meskipun Tom Lembong tidak menerima dana tersebut, tapi jika memperkaya orang lain atau korporasi, maka bisa disangka korupsi jika ditambah unsur melawan hukum dan merugikan keuangan negara," kata Mahfud kepada Kompas.com, Selasa, 22 Juli 2025.
Namun, setelah mengikuti jalannya persidangan, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini menyatakan bahwa hakim telah melakukan kesalahan dengan menjatuhkan hukuman pidana terhadap Tom Lembong.
Sebab, Mahfud mengatakan, sepanjang persidangan tidak ditemukan niat jahat atau mens rea dalam perbuatan Tom Lembong.
"Untuk menghukum seseorang, selain actus reus (perbuatan pidana), masih harus ada mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea atau niat jahat," ujar Mahfud.
Baca juga: Mahfud Sebut Vonis Hakim untuk Tom Lembong Salah karena Tak Ada Mens Rea
Kemudian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menilai, kebijakan importasi gula yang dilakukan Tom Lembong hanyalah melaksanakan tugas.
“Dengan demikian, kebijakan yang dilakukan Tom Lembong itu berasal dari hulu yang mengalir kepadanya, untuk diteruskan lagi sampai ke hilir.
"Menurut saya, tidak ada unsur mens rea sehingga tidak bisa dipidanakan. Dalilnya 'geen straf zonder schuld', artinya 'tidak ada pemidanaan jika tidak ada kesalahan'. Unsur utama kesalahan itu adalah mens rea. Nah, di kasus Tom Lembong tidak ditemukan mens rea karena dia hanya melaksanakan tugas dari atas yang bersifat administratif," kata Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud menyinggung perihal majelis hakim yang menghitung kerugian negara sendiri padahal sudah ada hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Selain kelemahan dari sudut mens rea, vonis untuk Tom Lembong juga tidak menunjukkan rangkaian logis tentang actus reus yang bisa dibuktikan. Kelemahan lain, perhitungan kerugian negara yang resmi dibuat oleh BPKP dinilai tidak benar sehingga majelis hakim membuat hitungan dengan matematikanya sendiri," ujar Mahfud.
Baca juga: Mahfud MD: Tom Lembong Hanya Laksanakan Tugas dari Atas