Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Menteri Tidak Bercerita, Tiba-tiba Bercanda

Kompas.com - 13/08/2025, 06:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Rekening nganggur 3 bulan, diblokir negara.
Tanah nganggur 2 tahun, disita negara.
Tapi kamu nganggur bertahun-tahun, negara tidak peduli.

GUYONAN satir ini adalah “perlawanan” dari kekuatan diam yang selama ini prihatin, kesal, kecewa dan marah dengan kebijakan pemerintahan yang baru seumur jagung, yang begitu “mata duitan”.

Kesan pemerintah begitu membutuhkan dana untuk membiayai janji-janji kampanye menjadi tidak terelakkan.

Satir ini sejatinya “menelanjangi” wajah sistem sosial-politik yang sedang dibangun negara yang mengaku ber-Pancasila.

Negara seperti bisa semaunya menggerakkan aparat dan hukum untuk mengurus rekening, tanah, cara pembayaran warganya dalam berbelanja hingga pajak untuk kado yang didapat dari hajatan.

Sebaliknya ketika rakyat hidup dalam keputusasaan karena ketiadaan lapangan pekerjaan dan dibebani aturan pajak yang mencekik, negara seolah-olah diam, atau malah menyalahkan rakyat.

Padahal, bukankah fungsi utama negara adalah melayani rakyatnya dan bukan sebatas memikirkan aset yang dimiliki rakyatnya?

Baca juga: Minta Maaf Salah Ucap, Nusron Tegaskan Tanah Rakyat Tak Akan Disita

Jika hanya “materi” yang selalu jadi fokus perhatian penuh pemerintah, maka rakyat pun patut bertanya: Apakah kebijakan pemerintah memang dibuat untuk kepentingan rakyatnya atau untuk mesin sistem ekonomi yang menopang kekuasaan rezim semata?

Bayangkan saja, langkah pemblokiran yang tiba-tiba diberlakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap 122 juta rekening dormant di 105 bank adalah bentuk kezaliman yang luar biasa dari negara terhadap rakyatnya.

Tidak pandang bulu, apakah itu rekening milik ustadz sekaligus pengajar di Universitas Hasanuddin Das’ad Latif guna pembangunan rumah ibadah, entah milik Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis, atau punya pengangguran serta ibu muda yang mempersiapkan dana untuk kelahiran putranya, juga ikut terblokir PPATK.

Sementara pernyataan “tanah nganggur dua tahun disita negara” terpantik pada penyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid yang menyebut pemerintah bisa mengambil alih lahan bersertifikat yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut. Tanah tersebut bakal dikategorikan sebagai tanah terlantar.

Walaupun pernyataan Nusron dikemukakan pada acara pengukuhan dan Rapat Kerja Nasional PB IKA-PMII Periode 2025-2030 di Jakarta, 13 Juli 2025, tidak urung komentar bekas wartawan Harian Bisnis Indonesia tersebut langsung heboh dan memantik kekesalan.

Nusron ketika itu menyampaikan dengan serius dan tidak bercanda. Hanya saja, Menteri Nusron mungkin kurang memahami dengan utuh bahwa status kepemilikan atas tanah terdiri dari bermacam-macam. Tanah yang berstatus hak milik memiliki kekuatan hukum yang terkuat dan terpenuh.

Hak milik memiliki kedudukan yang kuat dalam hukum, terutama dalam kaitannya dengan kepemilikan atas tanah.

Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau