Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kolom Agama di KTP Kembali Digugat ke MK, Dianggap Timbulkan Ancaman Hak Hidup

Kompas.com - 03/09/2025, 15:26 WIB
Singgih Wiryono,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara 155/PUU-XXIII/2025, pemohon yang merupakan Taufik Umar dan Timbul G Simarmata merasa pernah mendapatkan ancaman hak hidup lantaran kolom agama ada di KTP mereka.

Kuasa Hukum Pemohon, Teguh Sugiharto, mengatakan, pemohon pernah mengalami ancaman saat tinggal di Kota Poso, Sulawesi Tengah.

"Jadi, Taufik ini dalam perjalanan dari Poso ke Kota Palu itu beberapa kali menemukan sweeping KTP, yang mana pada waktu itu Taufik Umar mengetahui banyak yang mengalami kekerasan bahkan pembunuhan karena identitas di kolom agama," kata Teguh, saat menghadiri sidang lewat sambungan video, Rabu (3/9/2025).

Baca juga: MK Tolak Gugatan Hapus Kolom Agama di Kartu Keluarga

Atas dasar kerugian yang mengancam hak warga negara untuk hidup tersebut, pemohon meminta MK untuk menghapus kolom agama dalam KTP.

Pemohon juga mendalilkan buku tentang konflik Poso yang ditulis mantan Kapolri, Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian, yang kini menjabat Menteri Dalam Negeri RI.

Teguh mengatakan, banyak korban kekerasan dan pembunuhan yang diakibatkan oleh sweeping dan kolom KTP agama dalam konflik tersebut.

"Oleh karena negara tidak bisa dipastikan menjamin keselamatan dalam situasi serupa yang mungkin terjadi lagi, oleh karena itu kami memohon agar setidaknya mengurangi risiko hilangnya hak hidup, tercabutnya hak hidup, dan juga penghinaan hanya karena dengan mudah mengidentifikasi agama kita," kata Teguh.

Dalam petitumnya, pemohon meminta agar Pasal 61 Ayat 1 dan Pasal 64 UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang berkaitan dengan kata "agama" dan "kepercayaan" dianggap tidak ada.

Baca juga: Sidang MK soal Polisi Duduki Jabatan Sipil Ditunda karena Pihak DPR Belum Siap

Perkara serupa juga pernah diputuskan MK pada Januari 2025 dengan nomor perkara 146/PUU/XXII/2024.

Saat itu, MK menolak dengan mempertimbangkan bahwa setiap warga negara harus menyatakan memeluk agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan keniscayaan sebagaimana diharapkan oleh Pancasila dan diamanatkan oleh Konstitusi.

"Pembatasan yang demikian merupakan pembatasan yang proporsional dan tidak diterapkan secara opresif dan sewenang-wenang," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Arief mengatakan, setiap warga negara hanya diwajibkan menyebut agama dan kepercayaannya untuk kemudian dicatat dan dibubuhkan dalam data kependudukan tanpa adanya kewajiban hukum lain yang dibebankan oleh negara dalam kaitannya dengan agama atau kepercayaan yang dipilih, selain kewajiban untuk menghormati pembatasan sebagaimana dinyatakan dalam UUD NRI Tahun 1945.

Baca juga: Jangan Lagi Stecu: Final, MK Larang Wamen Rangkap Jabatan

MK menegaskan, dalam amanat UUD NRI 1945 dan dicita-citakan dalam ideologi bangsa, tidak beragama atau tidak menganut kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat dinilai sebagai kebebasan beragama atau kebebasan menganut kepercayaan.

"Dengan demikian, dalil para pemohon mengenai anggapan inkonstitusional Pasal 61 Ayat 1 dan Pasal 64 Ayat 1 UU Administrasi Kependudukan, sebagaimana telah dimaknai Mahkamah dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XVI/2016, adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar dia.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Terkini Lainnya
Mendagri: Ada 228 Demo Periode 25 Agustus-7 September 2025
Mendagri: Ada 228 Demo Periode 25 Agustus-7 September 2025
Nasional
Pemerintah Bantah Reshuffle Kabinet untuk Hapus 'Orang Jokowi'
Pemerintah Bantah Reshuffle Kabinet untuk Hapus "Orang Jokowi"
Nasional
Ketua Komisi II Tanggapi Yusril soal Artis Kalahkan Orang Berbakat di Pemilu
Ketua Komisi II Tanggapi Yusril soal Artis Kalahkan Orang Berbakat di Pemilu
Nasional
Gantikan Budi Arie, Menkop Ferry Dorong UU Sistem Perkoperasian Nasional
Gantikan Budi Arie, Menkop Ferry Dorong UU Sistem Perkoperasian Nasional
Nasional
Klaim Hotman Paris: Tak Ada Mark-up, Unsur Korupsi Kasus Chromebook Gugur
Klaim Hotman Paris: Tak Ada Mark-up, Unsur Korupsi Kasus Chromebook Gugur
Nasional
Usai Reshuffle, Kader Gerindra Ramai-ramai Merapat ke Rumah Prabowo di Kertanegara
Usai Reshuffle, Kader Gerindra Ramai-ramai Merapat ke Rumah Prabowo di Kertanegara
Nasional
Bahlil Usulkan Puteri Komarudin Gantikan Dito Ariotedjo di Kursi Menpora
Bahlil Usulkan Puteri Komarudin Gantikan Dito Ariotedjo di Kursi Menpora
Nasional
Jadi Wamen Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Punya Harta Rp 27,8 Miliar
Jadi Wamen Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Punya Harta Rp 27,8 Miliar
Nasional
Menkeu Deg-degan Diminta Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen: Berat Banget
Menkeu Deg-degan Diminta Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen: Berat Banget
Nasional
IHSG Terkoreksi, Menkeu Purbaya: Saya 15 Tahun Lebih di Pasar, Tahu Perbaiki Ekonomi
IHSG Terkoreksi, Menkeu Purbaya: Saya 15 Tahun Lebih di Pasar, Tahu Perbaiki Ekonomi
Nasional
Prabowo Reshuffle 5 Menteri, PAN: Masyarakat Ingin Ada Perubahan
Prabowo Reshuffle 5 Menteri, PAN: Masyarakat Ingin Ada Perubahan
Nasional
Kemhan Tepis Darurat Militer: Tak Betul TNI Ingin Ambil Alih Peran Polisi
Kemhan Tepis Darurat Militer: Tak Betul TNI Ingin Ambil Alih Peran Polisi
Nasional
Jadi Menteri Koperasi, Ferry Juliantono Punya Harta Rp 52 Miliar
Jadi Menteri Koperasi, Ferry Juliantono Punya Harta Rp 52 Miliar
Nasional
Soal Menteri Main Domino, Anggota DPR: Nanti Dibilang Berjudi
Soal Menteri Main Domino, Anggota DPR: Nanti Dibilang Berjudi
Nasional
Purbaya Sempat Tak Percaya Ditunjuk Gantikan Sri Mulyani: Saya Pikir Ditipu
Purbaya Sempat Tak Percaya Ditunjuk Gantikan Sri Mulyani: Saya Pikir Ditipu
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau