BERCELANA jeans dan kaos hitam dengan tulisan "Go-Jek" di dada, pemuda itu datang ke studio kami di jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Saat itu, ia masih berusia 31 tahun lewat satu bulan. Namanya melambung seiring transformasi yang dia lakukan: menggandengkan ojek tradisional atau konvensional dengan aplikasi.
Dengan cara itu abang atau tukang ojek tak lagi diam pasif di mulut gang perumahan atau di trotoar pasar. Ojek menjadi mobile, bergerak ke mana-mana. Konsumen atau pelanggan bisa order secara online dan diantarkan ke mana saja di sebuah kota.
Tukang ojek naik kelas. Orderan berlimpah dan penghasilannya terdongkrak. Seiring waktu, ojek online merambah hal-ihwal yang dulu tidak pernah dipikirkan.
Itulah karya transformatif Nadiem Anwar Makarim. Ketika kami mengundangnya untuk program "DBS to the point", 4 Agustus 2015, di salah satu stasiun televisi, atributnya sudah mentereng: Pendiri dan CEO Gojek.
Empat tahun lewat dua bulan setelah itu, Nadiem lebih 'terbang' lagi. Presiden Joko Widodo yang terpilih untuk kali kedua mendapuk Nadiem sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Di masa Presiden Prabowo Subianto, kementerian yang pernah digawangi Nadiem itu dipecah menjadi tiga kementerian--mencerminkan kegemaran sang presiden atas struktur kabinet yang tambun.
Baca juga: Ironi Nadiem Makarim: Antara Jejak Inovasi dan Bayang-bayang Korupsi
Nadiem Makarim menjadi menteri termuda di Kabinet Indonesia Maju. Pemegang Master of Business Administration di Harvard Business School itu menggenggam jabatan menteri tatkala berusia 36 tahunan.
Generasi Milenial yang namanya harum lantaran Jokowi "jatuh hati" pada talenta muda yang kreatif, inovatif dan transformatif.
Setelah bak meteor pada 2019, Nadiem jatuh ke bumi pada 4 September 2025--hampir setahun selepas ia lengser dari kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin.
Hari itu menjadi Kamis yang paling kelabu dalam hidupnya. Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan 2019-2022.
Nadiem diduga telah menyepakati dan memerintahkan penggunaan laptop Chromebook sebelum pengadaan dimulai (Kompas.id, 4/9/2025).
Status tersangka kepada Nadiem ditetapkan setelah Kejaksaan Agung memeriksa 120 saksi dan empat orang ahli. Nadiem dijerat pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nurcahyo Jungkung menjelaskan, Nadiem beberapa kali bertemu dengan Google Indonesia.
Setelah persamuhan itu, terjadi kesepakatan bahwa sistem operasi Chromebook akan menjadi proyek pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Kemendikbudristek.