JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah membuka peluang penerapan restorative justice bagi anak-anak hingga mahasiswa yang ditahan terkait demonstrasi dan kerusuhan akhir Agustus 2025.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, usai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri dan Ketua Lembaga/Komisi di Kemenko Kumham Imipas, Senin (8/9/2025).
“Kita sangat concern dengan anak-anak ini ya. Pandangan saya, pandangan pemerintah juga saya yakin akan seperti itu,” kata Yusril.
“Kalaupun anak-anak itu terbukti misalnya cukup alat bukti, pun pemerintah akan membuka peluang untuk kesempatan restorative justice, anak ini dididik, dikembalikan,” lanjut Yusril.
Baca juga: Yusril: 583 Tahanan Terkait Peristiwa Agustus akan Diproses Sampai Pengadilan
Restorative justice atau keadilan restoratif adalah pendekatan penyelesaian perkara yang mengedepankan pemulihan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat, bukan menitikberatkan pada penghukuman.
Ia juga menaruh perhatian khusus pada mahasiswa yang ikut dalam aksi unjuk rasa.
Dia memastikan pemerintah memberikan perhatian yang khusus kepada mahasiswa juga.
“Mahasiswa sebagian besar berniat baik menyalurkan aspirasi masyarakat, aspirasi rakyat. Mereka tentu lebih daripada orang pemuda-pemuda biasa, karena itu kita dengarkan suara mereka. Dan itu pun kalau misalnya tidak cukup buktinya, ya sudah kita akan segera lepaskan,” katanya.
“Tapi kalau mereka yang cukup buktinya pun, tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan restorative justice juga kepada para mahasiswa itu,” lanjutnya.
Baca juga: Polri: 5.444 Orang Sempat Ditahan Terkait Peristiwa Agustus, Sisa 583 Orang
Menurutnya, lebih baik mahasiswa dibina kembali melalui pendidikan ketimbang dipenjara.
Dia menilai bahwa mahasiswa adalah harapan masa depan.
“Barangkali lebih baik mereka balik ke kampus, dengan pembinaan daripada memasukkan mereka ke lembaga pemasyarakatan. Jadi pertimbangan pemerintah pasti akan sangat bijak dalam hal ini, jadi masyarakat supaya paham ya, bahwa kita itu betul-betul berniat baik, menegakkan hukum dengan benar,” katanya.
“Tapi orang yang berniat baik juga kita tidak perlu jatuhkan hukuman apa-apa. Yang penting kita lakukan pembinaan kepada seluruh warga masyarakat kita,” pungkas Yusril.
Dia menegaskan bahwa restorative justice bisa dilakukan jika penyidik berkeyakinan sudah memiliki kecukupan alat bukti untuk diajukan ke pengadilan.
“Restorative justice itu baru bisa dilakukan jika penyidik berkeyakinan sudah cukup alat bukti. Kalau belum sampai ke tahap itu, bagaimana kita mau melakukan restorative justice?” jelasnya.
Baca juga: Komnas HAM Dorong Restorative Justice bagi Delpedro Marhaen dan Aktivis Lain