Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerataan Akses Transportasi Umum di Kawasan Perumahan Masih Minim

Kompas.com - 04/10/2025, 18:21 WIB
Muh. Ilham Nurul Karim,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Akses transportasi umum menuju kawasan perumahan di Indonesia dinilai masih sangat minim. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase rumah tangga yang memiliki akses nyaman ke transportasi umum—dalam jarak maksimal 500 meter—masih rendah di banyak provinsi.

Sebagai contoh, di wilayah Jabodetabek hanya sekitar 25 persen penduduk yang terlayani angkutan umum dengan jarak halte atau stasiun terdekat kurang dari 500 meter dari tempat tinggalnya.

Baca juga: Kualitas BBM Indonesia Tertinggal dari Standar Internasional

Kondisi ini menunjukkan sebagian besar kawasan permukiman belum memiliki dukungan transportasi publik yang memadai.

Akibatnya, masyarakat, terutama di kota-kota kecil dan menengah, terpaksa mengandalkan kendaraan pribadi untuk beraktivitas sehari-hari.

Menurut Djoko Setijowarno, Akademisi sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, lebih dari 95 persen kawasan perumahan di Indonesia belum memiliki fasilitas transportasi umum yang memadai.

“Padahal, idealnya warga bisa menjangkau halte atau stasiun hanya dengan berjalan kaki maksimal 500 meter. Tanpa akses transportasi umum yang layak, kawasan perumahan menjadi kurang layak huni,” kata Djoko kepada Kompas.com, Sabtu (4/10/2025).

Ia menambahkan, kurangnya akses transportasi publik juga berdampak langsung pada meningkatnya biaya hidup masyarakat. Berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH) BPS 2018, biaya transportasi menyumbang rata-rata 12,46 persen dari total pengeluaran rumah tangga, melebihi standar ideal Bank Dunia yang menetapkan maksimal 10 persen.

 

Potret Halte Jaga Jakarta, Senen, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025). Kompas.com/ Suci Wulandari Putri Potret Halte Jaga Jakarta, Senen, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).

“Ketika layanan angkutan umum menurun, warga terpaksa membeli dan menggunakan kendaraan pribadi. Akibatnya, biaya transportasi rumah tangga naik dan lalu lintas semakin padat,” ujarnya.

Djoko menilai, salah satu akar persoalan adalah tidak adanya kewajiban hukum bagi pengembang perumahan untuk menyediakan akses transportasi umum. Ia menyarankan agar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman direvisi, sehingga fasilitas transportasi umum dimasukkan sebagai bagian dari sarana umum yang wajib disediakan.

“Sebelum tahun 1990-an, pembangunan perumahan selalu diimbangi dengan layanan angkutan umum seperti bus Damri atau angkutan kota. Sekarang, hal itu sudah jarang terjadi, meskipun perumahan baru terus bermunculan,” kata Djoko.

Baca juga: Kaget, Parkir 4 Hari di Terminal 3 Soetta Kena Bayar Rp 1,2 Juta

Ia menegaskan, pemerintah pusat dan daerah perlu berkolaborasi untuk membenahi akses transportasi publik di sekitar kawasan hunian, agar masyarakat tidak terus terjebak dalam ketergantungan pada kendaraan pribadi.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau