“Kesan yang paling menarik adalah bertemu dengan beragam karakter pengunjung dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Hal ini membutuhkan teknik dan strategi khusus dalam melayani mereka," kata pria asal Surabaya itu.
Baca juga: Jatuh Bangun Acil sebagai Pustakawan, Tak Hanya Duduk dan Melayani tapi Melakukan Banyak Hal Besar
Pengunjung dengan tingkat pendidikan tinggi memang tidak harus diajari bagaimana menelusur informasi.
Namun, mereka kadang justru tidak mandiri dalam hal pelayanan yang lain karena mempunyai kecenderungan berperilaku feodal yang membutuhkan pelayanan lebih.
"Dari sudut pandang pustakawan, hal tersebut bukan suatu masalah besar karena kerja pustakawan adalah pelayanan. Pustakawan akan memperlakukan sama pada setiap pengunjung, yaitu service excellent,” katanya.
Namun, di balik semangat itu, ada kendala besar yang dihadapi pustakawan.
Salah satu kendala utama sebagai pustakawan yakni terkait literasi pengunjung terhadap profesi pustakawan.
"Pustakawan bukan hanya sekadar tendik yang bertugas klerikal menjaga dan memajang koleksi buku. Lebih dari itu, pustakawan ikut bertanggung jawab terhadap persebaran informasi yang benar dan utuh. Hasil-hasil riset dan informasi penting menjadi tugas utama pustakawan untuk menyebarkannya" ujar Rudi Santoso.
"Namun, tantangannya adalah minat masyarakat terhadap informasi tersebut sangat kurang. Mereka akan lebih nyaman mengamati media sosial dibandingkan dengan sumber aslinya. Untuk itu, salah satu inovasi pustakawan adalah mengembangkan informasi berbasis medsos,” katanya.
Apalagi, ia melihat bahwa pola minat baca masyarakat kini berubah signifikan.
Mulai bergeser dari informasi yang mainstream ke arah informasi berbasis digital.
Namun, bahaya yang ditimbulkan dari informasi digital adalah hoaks atau informasi yang tidak benar.
"Terlebih perkembangan AI yang sangat pesat membuat masyarakat awam tidak mampu membedakan apakah informasi tersebut asli atau bukan. Dengan kata lain, literasi masyarakat kita masih rendah karena minat baca dari sumber informasi utama sangat rendah dan bergeser kepada informasi berbasis medsos,” tuturnya.
Baca juga: Pustakawan Perpusda Sidoarjo Dorong Pengelolaan Perpustakaan di Sekolah dan Desa
Meski begitu, Rudi Santoso tetap optimistis dan berharap pemerintah memberi perhatian lebih terhadap profesi pustakawan.
“Penghargaan profesi pustakawan yang adil. Artinya, jika ada sertifikasi dosen yang memberikan konsekuensi logis berupa Tunjangan Profesi Dosen, maka sudah saatnya ada Tunjangan Profesi Pustakawan bagi mereka yang sudah tersertifikasi,” pungkas pria yang juga berprofesi sebagai pendidik ini.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang