SURABAYA, KOMPAS.com - Salah satu pasar buku bekas paling ikonik di Surabaya yang namanya sudah melegenda, yakni Pasar Buku Bekas Blauran.
Pasar yang terletak di Jalan Kranggan, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur itu selalu menjadi incaran masyarakat saat ingin mencari buku-buku dengan harga miring.
Desak riuh berseru-seru antar pembeli yang saling berebut buku, sedangkan pedagang yang sibuk menjajakan dagangannya.
Semakin malam, kebisingan itu semakin terasa.
Jalanan antara kios satu dengan yang lain selalu dikerumuni pembeli yang datang.
Namun, kini semua kebisingan itu telah lenyap.
Jalanan yang dulunya penuh sesak itu kini hanya tersisa lorong-lorong kosong penuh kehampaan.
Baca juga: Depot Hj Rochmah, Sepiring Rasa, Seruas Sejarah di Tengah Pasar Blauran Surabaya
Jika dulu kios-kios selalu berlomba memamerkan ribuan tumpukan buku, kini hanya terlihat terpal-terpal yang ditutupi debu tebal seolah sudah ditinggalkan sejak lama.
Bau kertas buku yang biasanya menyambut setiap pengunjung yang datang, sekarang hanya tersisa bau apek yang menyelimuti.
Salah satu pedagang yang masih bertahan, Kusni, mengungkapkan mirisnya kondisi Pasar Blauran yang semakin sepi pengunjung sejak pandemi Covid-19.
Kusni mengenang momen saat para pembeli berbondong-bondong datang dan berebut buku di tokonya.
“Ramai banget dulu itu, mengantri sampai desak-desakan di sini,” kenang Kusni kepada Kompas.com, Senin (29/9/2025).
Ia menuturkan, penurunan pengunjung yang drastis tersebut terjadi karena situasi Pasar Blauran yang tidak mampu bangkit dari keterpurukan ekonomi pasca-pandemi Covid-19.
Baca juga: Toko Buku Togamas Margorejo Surabaya, Dulu Pencipta Memori Manis, Kini Tinggal Kenangan
Ditambah lagi, semakin maraknya penjualan buku secara online. “Apalagi sekarang kan online di mana-mana, padahal harganya di sini sama online juga hampir sama, malahan kalau pembeli di sini bisa lihat langsung kondisi bukunya, bagus atau tidak, ada coretan atau kerusakan atau tidak,” tutur dia.
Dari 35 pedagang yang sebelumnya ada, sekarang hanya tersisa 7 pedagang yang masih bertahan.
“Kebanyakan pedagang di sini sudah meninggal semua, sedangkan dagangannya tidak ada yang mau meneruskan,” ujarnya sambil menunjuk beberapa kios yang hanya bersisakan tumpukan terpal-terpal usang.
Penampakan toko buku Bekasi di Pasar Blauran, Surabaya yang sebagian besar telah tutup, Senin (29/9/2025).Meskipun begitu, Kusni tetap rajin setiap harinya membuka kios mulai dari pukul 11.30 hingga 19.00 WIB.
“Ya walaupun sekarang cuma ada satu-dua pembeli atau bahkan tidak ada pembeli, yang penting saya setiap hari buka,” ucap wanita 64 tahun itu.
Menurutnya, banyak atau sedikitnya rezeki yang dia dapat hari itu merupakan rezeki pemberian Tuhan yang harus disyukuri.
Justru, berkat kegigihannya dalam berdagang buku bekas selama puluhan tahun, ia dapat menyekolahkan kedua anaknya hingga sarjana.
“Ya gimana lagi, satu-satunya pekerjaan saya ini, kalau mau tutup terus cari uangnya dari mana? Dijalani saja, kalau dapat sedikit disyukuri, kalau dapat banyak juga Alhamdulillah,” tuturnya.
Di kesempatan yang sama, pedagang lain, Saipul (49), mengatakan justru tantangan terbesar yang harus dia hadapi sebagai penjual buku bekas yakni mengikuti tren buku yang ada.
Baca juga: Buka Kembali, Toko Buku Gramedia Kayutangan Malang Usung Konsep Heritage
Terutamanya, buku-buku pelajaran yang harus selalu disesuaikan dengan kurikulum yang tengah berlangsung.
“Jadi kalau sekarang kan pakai kurikulum merdeka belajar, ya kita nyetoknya buku-buku pelajaran kurikulum merdeka yang terbaru, karena kalau tidak gitu, tidak ada yang mau beli,” tutur Saipul.
Tidak hanya buku pelajaran, Saipul juga antusias menunjukkan beragam koleksi buku lainnya, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), buku teori kedokteran dan arsitektur, novel-novel, otobiografi tokoh-tokoh terkenal, buku motivasi, dan masih banyak lagi.
Untuk nasib buku-buku yang sudah terlalu usang dan tidak relevan lagi, biasanya akan dikumpulkan menjadi satu dan ditimbang per kilonya untuk dijual kepada distributor.
“Biasanya kalau memang buku-buku yang sudah tidak laku lagi, ya nasibnya bakal ditimbang ke penjualnya (distributor) per kilonya, misal dapat Rp 2.000,” ujarnya.
Penampakan tumpukan koleksi dagangan buku bekas milik Saipul (49), salah satu pedagang yang masih bertahan di Pasar Blauran, Surabaya yang sebagian besar telah tutup, Senin (29/9/2025).Pria yang sudah berdagang sejak tahun 1997 itu menyebut alasan dirinya tetap bertahan, meski kondisi Pasar Blauran semakin memprihatinkan, karena dagangan buku bekas tersebut merupakan warisan bisnis peninggalan orang tuanya yang tak ingin dilupakan.
“Saya jualan sejak SMA, jadi dulu kalau sepulang sekolah pasti bantu orangtua berjualan buku. Orangtua saya jualan sejak pindahan dari Jalan Semarang itu,” ucap Saipul.
Baca juga: Mampir ke Toko Buku di New Delhi di Sela Kunker, Prabowo: Langganan Saya
Kendati demikian, ia juga tidak ingin beralih berjualan di toko online karena menurutnya sistem transaksi yang terlalu rumit.
“Menurut saya kalau jualan online itu sistem transaksinya rumit, nanti belum lagi pembayarannya masih harus ditahan sama pihak online shop-nya, mending jualan offline kayak begini bisa lihat fisiknya secara langsung,” paparnya.
Saipul juga menyayangkan semakin banyaknya toko-toko buku yang sepi pengunjung, bahkan tutup.
“Sayang saja melihat sekarang banyak toko-toko buku yang tutup, padahal bagaimanapun buku fisik itu akan tetap diperlukan,” ucap dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang