KOMPAS.com - Beberapa maskapai penerbangan besar milik China menentang keras rencana Amerika Serikat (AS) untuk melarang penerbangan mereka melintasi wilayah udara Rusia dalam rute menuju atau dari AS.
Beijing menilai kebijakan tersebut tidak hanya merugikan maskapai China, tetapi juga akan berdampak pada jutaan penumpang di kedua negara.
Departemen Transportasi AS (U.S. Department of Transportation/ USDOT) mengajukan usulan untuk melarang maskapai China menggunakan jalur udara Rusia saat terbang ke atau dari AS.
Washington beralasan, larangan ini perlu diterapkan karena penerbangan China yang melewati Rusia memiliki keunggulan biaya dan waktu dibandingkan maskapai Amerika yang tidak diizinkan terbang di wilayah udara Rusia sejak 2022.
Baca juga: Kacau, Pertunjukan Drone dan Kembang Api di China Berubah Jadi Hujan Api
Rusia menutup wilayah udaranya bagi maskapai AS dan sebagian besar Eropa sebagai balasan atas sanksi Barat terhadap invasi Rusia ke Ukraina.
Akibatnya, penerbangan AS menuju Asia Timur menjadi lebih panjang dan mahal karena harus memutar melewati rute alternatif.
Enam maskapai China, termasuk Air China, China Eastern Airlines, dan China Southern Airlines, telah mengajukan keberatan resmi ke USDOT atas rencana tersebut.
Dalam dokumennya, China Eastern menyebut larangan itu akan merugikan kepentingan publik dan mengganggu kenyamanan penumpang karena waktu tempuh akan bertambah dua hingga tiga jam.
Maskapai tersebut juga memperingatkan bahwa rute yang lebih panjang akan meningkatkan biaya bahan bakar, menambah risiko keterlambatan dan koneksi terlewat, serta akhirnya menaikkan harga tiket bagi seluruh penumpang.
Pesawat Boeing 757 milik maskapai Air China.China Southern memperkirakan lebih dari 2.800 penumpang selama musim liburan November–Desember akan terdampak dan harus dijadwalkan ulang.
Sementara Air China menyebut sekitar 4.400 penumpang akan terkena imbas jika larangan diberlakukan selama musim Thanksgiving dan Natal.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, turut mengecam langkah Washington tersebut, menyebutnya sebagai kebijakan yang justru menghukum penumpang di seluruh dunia dan tidak mendukung pertukaran antar masyarakat kedua negara.
Menurut David Yu, pakar penerbangan di New York University Shanghai, perbedaan akses wilayah udara Rusia menciptakan ketidakseimbangan besar di industri penerbangan internasional.
“Rute AS–China secara historis menjadi jalur yang menguntungkan bagi kedua pihak. Namun bagi maskapai AS, rute yang lebih panjang dua hingga tiga jam berarti biaya bahan bakar lebih tinggi dan margin keuntungan menurun,” ujarnya.
Baca juga: Golden Week, Saat Seluruh China Menjadi Lautan Wisatawan
Sebaliknya, maskapai China bisa menekan biaya dengan tetap melewati wilayah udara Rusia, meskipun mereka sendiri masih berjuang menutup kerugian sejak pandemi COVID-19.