Siapa aktivis hingga TikToker yang jadi tersangka penghasutan demo Agustus?

Sumber gambar, ANTARA FOTO
Kepolisian menetapkan belasan orang sebagai tersangka penyebaran provokasi dan penghasutan dalam rangkaian demonstrasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya, akhir Agustus 2025 lalu. Oleh polisi, tindakan mereka disebut "aksi anarkis".
Para tersangka itu meliputi aktivis kemanusiaan, pegawai lembaga internasional, mahasiswa, pemengaruh media sosial, hingga karyawan swasta.
Jumlah itu belum termasuk puluhan orang lainnya yang dijadikan tersangka oleh polisi dalam dugaan perusakan atau vandalisme.
Selain menetapkan tersangka, patroli siber juga telah memblokir 592 akun yang disebut menyampaikan konten provokasi.
Di sisi lain, selama demo sepekan terakhir, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat ada lebih dari 3.000 orang di 20 kota yang ditangkap polisi.
Menurut catatan KontraS, Kamis (04/09), ada sekitar tujuh orang di Bandung, Bogor, dan Jakarta Pusat yang belum ditemukan hingga sekarang.
Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro meminta publik membiarkan proses hukum sejumlah aktivis itu bergulir sesuai mekanisme yang berlaku.
Siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan penghasutan dan provokasi oleh kepolisian?
Pegawai swasta hingga lembaga internasional jadi tersangka
Bareskrim Polri menetapkan tujuh orang pemilik akun media sosial sebagai tersangka pada Rabu (03/09).
Polisi menyebut para tersangka itu diduga melakukan tindakan provokasi dan penghasutan selama aksi demo sepekan terakhir.
Akun-akun itu "menghasut dan mengajak masyarakat melalui media sosial untuk kegiatan-kegiatan yang bisa dikenakan tindak pidana," kata Dirtipid Siber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (03/09).

Sumber gambar, Rumondang/detikcom
Para tersangka itu adalah Laras Faizati, pemilik akun medsos Instagram @Larasfaizati.
Polisi menangkap pegawai kontrak lembaga internasional itu, pada Senin (01/09) dan kini ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
Laras dijerat dengan Pasal 48 ayat 1 Jo Pasal 32 ayat 1, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selain itu, ia juga disangkakan Pasal 45A ayat 2 Jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 161 ayat 1 KUHP.

Sumber gambar, Rumondang/detikcom
Polisi menyebut Laras menghasut pembakaran gedung Mabes Polri saat aksi unjuk rasa pada Jumat (29/8), melalui akun Instagramnya.
Konten Laras yang disebut polisi menghasut yaitu:
"When your office is right next to the National Police Headquarters, please burn this building down and get them all yall. I wish I could help throw some stones but my mom wants me home. Sending strength to all protesters!!"

Sumber gambar, Rumondang/detikcom
Namun, pengacara Laras, Abdul Gafur Sangadji, berharap perkara yang menjerat kliennya bisa diselesaikan melalui pendekatan restorative justice (RJ).
"Karena yang dijadikan sebagai dasar penetapan tersangka ini kan suatu perbuatan yang sama sekali perbuatan itu tidak terbukti. Dampaknya gitu," kata Gafur Kamis (04/09).
Sementara itu, Fauziah, ibu Laras, menyebut apa yang dilakukan anaknya adalah luapan kekecewaannya terhadap Polri karena tewasnya pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan, akibat dilindas kendaraan taktis Brimob.

Sumber gambar, Raja Adil/detikcom
Tersangka selanjutnya adalah Khariq Anhar (KA). Dia adalah pemilik akun Instagram Aliansi Mahasiswa Penggugat. Khariq ditangkap pada Jumat (29/08) di Bandara Soekarno-Hatta.
Mahasiswa Universitas Riau ini disebut ditangkap atas dugaan penyebaran konten yang mengandung ujaran kebencian hingga hoax sebagaimana diatur dalam UU ITE.
Polisi juga menetapkan WH, pemilik akun Instagram @bekasi_menggugat, sebagai tersangka.
Baca juga:
Polisi menyebut kedua akun ini mengubah pernyataan Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, yang melarang pelajar ikut aksi demo, menjadi mengajak pelajar untuk turun aksi pada demo buruh pada 28 Agustus 2025.
Mereka kini ditahan di Rutan Polri cabang Polda Metro Jaya. Keduanya dijerat dengan pasal UU ITE, Pasal 160, dan Pasal 161 Ayat 1 KUHP.

Sumber gambar, Rumondang Naibaho/detikcom
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Tersangka berikutnya CS, karyawan swasta pemilik akun TikTok @Cecepmunich.
Polisi menetapkan CS sebagai tersangka karena dia diduga menyebarkan konten yang mengajak masyarakat untuk berdemo dan membakar Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), yang merupakan objek vital nasional.
CS dijerat dengan Pasal 161 Ayat 1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, polisi tidak melakukan penahanan terhadap CS, melainkan mewajibkan yang bersangkutan untuk melapor dua kali dalam sepekan.
Mungkin Anda tertarik:
Tersangka selanjutnya adalah IS, karyawan swasta pemilik akun TikTok @hs02775. IS ditangkap pada Senin (01/09) lalu.
IS diduga membuat konten yang berisi ajakan untuk melakukan penjarahan terhadap rumah anggota DPR RI nonaktif Ahmad Sahroni dan Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya), dan termasuk Ketua DPR RI Puan Maharani.
Atas perbuatannya, IS disangkakan melanggar pasal UU ITE dan KUHP.

Sumber gambar, Rumondang Naibaho/detikcom
Kemudian pasangan suami istri, yaitu SB, pemilik akun Facebook Nannu, dan G, pemilik akun FB Bambu Runcing.
Mereka diduga mengunggah ajakan penggerudukan rumah Ahmad Sahroni melalui grup Facebook.
Selain itu, SB juga disebut merupakan admin grup Whatsapp Kopi Hitam yang kemudian berganti nama menjadi BEM RI dan berganti nama lagi menjadi ACAB 1312.
Grup ini digunakan untuk mengumpulkan orang-orang yang kemudian mendatangi rumah Ahmad Sahroni.
Lebih 3.000 orang ditangkap, ada yang hilang sampai sekarang

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Di balik langkah kepolisian itu, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhamad Isnur, menyebut ada 3.337 orang di 20 kota, yang ditangkap sejak gelombang demonstrasi dimulai pada 25 Agustus 2025 lalu.
Selain 3.337 orang ditangkap, Isnur mengatakan, dalam aksi demonstrasi ada juga 1.042 orang yang terluka dan dilarikan ke rumah sakit.
Dan menurut catatan KontraS, Kamis (04/09), ada sekitar tujuh orang di Bandung Bogor dan Jakarta Pusat yang belum ditemukan hingga sekarang.
Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro, meminta publik membiarkan proses hukum sejumlah aktivis itu sesuai mekanisme yang berlaku.
"Biarlah hukum bekerja," ucap Juri ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis, (04/09).
Aktivis hingga TikToker jadi tersangka
Selain ketujuh orang di atas, sehari sebelumnya, Selasa (02/09), Polda Metro Jaya telah mengumumkan beberapa orang tersangka lainnya.
Para tersangka itu disebut diduga menghasut pelajar, termasuk anak-anak untuk melakukan tindakan yang dilabeli polisi sebagai "aksi anarkis" di Jakarta pada 25 dan 28 Agustus lalu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menjelaskan, para tersangka itu menggunakan akun media sosial untuk menyebarkan ajakan, membuat flyer provokatif, hingga menyiarkan langsung jalannya aksi itu.
Tidak hanya itu, salah satu tersangka bahkan membagikan tutorial pembuatan bom molotov dan mengoordinasi kurir di lapangan.

Sumber gambar, Dok Lokataru/detikcom
Sekelompok orang dijadikan tersangka, pertama adalah Direktur Lokataru, Delpedro Marhaen.
Dia ditangkap Polda Metro Jaya pada Senin malam (01/09) di kantor Lokataru Foundation, Jakarta Timur.
"Saudara DMR diduga melakukan tindak pidana menghasut, menyebarkan informasi bohong yang menimbulkan kerusuhan, dan memperalat anak," kata Kombes Ade Ary, Selasa (02/09).
"Peran tersangka DMR adalah melakukan collab, kolaborasi dengan akun-akun IG lainnya untuk menyebarkan ajakan agar pelajar jangan takut untuk aksi, kita lawan bareng," ujar Kombes Ade Ary.
Salah satu unggahan yang dijadikan barang bukti oleh polisi adalah milik akun @lokataru_foundation, yang memuat informasi tentang posko aduan bagi pelajar yang ingin mengikuti demonstrasi pada 28 Agustus 2025.
Foto itu bertuliskan "Anda pelajar? Ingin demo? Sudah demo? Diancam sanksi? Atau sudah disanksi? Kita lawan bareng! #jangantakut".

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Aditya Nugroho
Polda Metro Jaya menanggap unggahan itu, yang berkolaborasi dengan akun Gejayan Memanggil, Aliansi Mahasiswa Penggugat, serta Blok Politik Pelajar, sebagai hasutan.
"Akun tersebut menghasut pelajar untuk bertindak anarkistis," kata Kombes Ade.
Lokataru Foundation pun mengecam keras penangkapan terhadap Delpedro.
Mereka menilai penangkapan ini sebagai tindakan represif yang mencederai prinsip demokrasi dan HAM.
"Delpedro Marhaen adalah warga negara yang memiliki hak konstitusional untuk bersuara, berkumpul, dan menyampaikan pendapat secara damai. Penangkapan sewenang-wenang terhadap dirinya bukan hanya bentuk kriminalisasi, tapi upaya membungkam kritik publik," petikan tertuis yang dikutip dari Instagram @lokataru_foundation.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Sehari setelah penangkapan Delpedro, polisi menangkap Muzaffar Salim, staf Lokataru dan juga admin akun Instagram Blok Politik Pelajar, di kantin Polda Metro Jaya.
Muzaffar disebut berperan dalam melakukan kerja sama untuk menyebarkan ajakan perusakan.
"MS selaku admin akun IG @bpp [Blok Politik Pelajar] yang berperan melakukan collab untuk menyebarkan ajakan perusakan," kata Kombes Ade Ary.
Delpedro dan Muzaffar dijerat dengan sejumlah pasal, di antaranya adalah Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Lalu, Pasal 45A ayat (3) UU ITE, mengenai penyebaran informasi bohong yang menimbulkan kerusuhan.
Kemudian, pasal larangan memperalat anak dan pelibatan anak dalam kerusuhan atau kegiatan politik di UU Perlindungan Anak.
Polisi mengklaim, provokasi para tersangka ini menyebabkan sekitar 202 anak, 26 mahasiswa, dan 109 warga menjadi terhasut dan datang ke aksi demo.

Sumber gambar, Dok. Istimewa/Kumparan.com
Pada hari yang sama yaitu 1 September 2025, polisi juga menangkap Syahdan Husein di Bali. Syahdan adalah admin akun Instagram, Gejayan Memanggil.
Polda Metro Jaya menyebut Syahdan berperan melakukan kolaborasi dalam menyebarkan ajakan melakukan perusakan saat aksi demo di Jakarta.
"Tersangka SH, itu ada admin akun IG nama akunnya @GM, perannya adalah collab akun IG untuk menyebarkan ajakan pengrusakan," kata Kombes Ade Ary, Selasa (02/09).
Ade Ary menyebutkan penghasutan itu diduga dilakukan sejak 25 Agustus di depan atau sekitar gedung DPR, sekitar Jalan Gelora, Tanah Abang, dan sejumlah wilayah Jakarta lainnya.
Syahdan dijerat Pasal 160 KUHP dan atau pasal 45A ayat 3 juncto Pasal 28 ayat 3 UU ITE dan atau Pasal 76H juncto Pasal 15 junto Pasal 87 UU Perlindungan Anak.

Sumber gambar, Wildan/detikcom
Tersangka selanjutnya adalah Figha Lesmana, admin akun Tiktok, @tmg.
Polisi menetapkan Figha sebagai tersangka karena dia diduga berperan menyiarkan langsung dan mengajak pelajar untuk turun pada aksi 25 Agustus 2025 lalu.
"Di mana yang melihat penonton atau viewers-nya ada sekitar 10 juta yang mempromosikan ajakan kepada anak-anak sekolah untuk turun melaksanakan aksi," kata Kombes Ade Ary Syam Indradi, Kamis (04/09).
Polisi menunjukkan unggahan Figha yang menampilkan ajakan kepada mahasiswa hingga pelajar SMK untuk turun aksi.
Dia juga mengajak influencer untuk menyuarakan pembubaran DPR dan menurunkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Selanjutnya adalah RAP, admin dari akun @rap. Dia ditangkap karena diduga berperan dalam menyebarkan cara pembuatan bom molotov untuk digunakan saat aksi demo di Jakarta.
"Perannya adalah tutorial pembuatan bom molotov dan juga melakukan atau berperan sebagai koordinator kurir-kurir bom molotov di lapangan dari akun IG-nya tersebut," ujar Kombes Ade Ary, Selasa (02/09).
RAP dijerat Pasal 160 KUHP dan atau pasal 45A ayat 3 juncto Pasal 28 ayat 3 UU ITE dan atau Pasal 76H juncto Pasal 15 junto Pasal 87 UU Perlindungan Anak.