KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menargetkan ada sekolah jarak jauh nasional di tahun 2029 mendatang.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi PKPLK, Kemendikdasmen Tatang Muttaqin mengatakan, saat ini sudah ada uji terap pelaksanaan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di Pendidikan menengah di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Malaysia.
Oleh karena itu, pihaknya menargetkan implementasi program Pendidikan Jarak Jauh dapat dilakukan secara lebih luas di masa depan.
"Pada 2029, diharapkan ada sekolah jarak jauh nasional," kata Tatang dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (8/8/2025).
Baca juga: Murid SMA yang Kerja Bantu Ortu atau Atlet Boleh Ikut PJJ Mulai 2027
Tatang menjelaskan, pada tahun 2025, uji terap direncanakan akan menyasar 100 murid dan angka ini diharapkan dapat bertambah secara signifikan pada tahun 2027.
“Pada 2027, pemerintah daerah (Pemda) pada 34 provinsi diharapkan dapat mereplikasi program Pendidikan Jarak Jauh," ujarnya.
"Dengan jumlah minimal 100 murid per provinsi, maka diestimasikan akan ada 3.400 murid yang dapat mengakses Pendidikan Jarak Jauh pada tahun 2027," lanjut dia.
Tatang melanjutkan, saat ini pemerintah sedang mempersiapkan dan mengembangkan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung pelaksanaan PJJ.
Selain itu, pemerintah juga melakukan rangkaian sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang PJJ.
Baca juga: 5 SMA Taruna di Jawa Timur, Lulusannya Langganan Masuk Akademi TNI
"Targetnya, setiap satu provinsi nanti akan memiliki satu sekolah induk yang membuka program Pendidikan Jarak Jauh, sehingga anak-anak yang tidak bisa sekolah tatap muka karena berbagai kondisi seperti atlet, atau karena harus bekerja, dan sebagainya bisa tetap mendapatkan layanan pendidikan," ungkapnya.
Kemudian pada 2028, kata Tatang, pemerintah daerah diharapkan lebih proaktif dalam menyelenggarakan PJJ dan semakin menjangkau angka tidak sekolah (ATS).
Sebagai informasi, saat ini masih ada sekitar 3,9 juta ATS di Indonesia, 25 persen di antaranya merupakan anak yang berada di jenjang pendidikan menengah.
Mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan menengah karena sejumlah alasan, seperti tidak adanya biaya, bekerja, menikah, hingga jarak rumah dan sekolah yang terlalu jauh.
"Jadi, secara bertahap program Pendidikan Jarak Jauh ini tidak hanya di sekolah Indonesia di luar negeri saja seperti di SIKK, tetapi juga di sekolah-sekolah lainnya di Indonesia," pungkas Tatang.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini